Rabu, 25 Maret 2015

Diorama #Stage 17

Silahkan review cerita sebelumnya di stage 16 J


Jam alarm di handphoneku rasanya seperti akan memacahkan gendang telingaku sendiri. Jam 5 pagi, huuhh baiklah. Ayo Zira semangat, rutinitas sebagai pelajar harus kembali dimulai, ahh mataku rasanya masih ingin terpejam. Aku mulai berjalan malas kerah kamar mandi. Tapi sepertinya Elang ataupun temannya itu belum terbangun, baiklah selesai sholat aku akan membangunkannya.
Hari ini aku malas berteriak, jadi aku nyalakan alarm di handphoneku dan meletakannya tepat ditelinga Elang.
“aahhh. Gila ya, kamu pikir aku tuli apa? Ngapain sih nyalain alarm di telinga aku segala?” ucap Elang yang langsung terbangun
“haha maaf maaf deh, aku sedang menghemat suara nih hehe, biar cepet juga, hehe udah gih sana kekamar mandi. Huuhh. Aku siapin sarapan dulu.” Ujarku melangkah pergi “oh iya satu lagi katanya kamu harus hubungin oppa. Jangan tanya kenapa” tambahku sebelum menutup pintu  kamar Elang.
Setelah selesai berseragam dan bersiap siap. Aku menyiapkan sarapan, ya hanya roti dan selai dan satu gelas susu untuk penghuni rumah ini. Tapi belum ada tanda tanda dari Langit, apa dia belum bangun? Yang bener aja jam berapa nih?
“pagi!” sahut Elang
“hay. PR kamu selesai? Aku yakin pasti belum” jawabku sambil mengambil sehelai roti diatas meja
“iya, jadi hari ini aku copas oke. Lagi pula Kimia kan sehabis jam istirahat. Haha” jawabnya seraya meraih gelasnya
“emm baiklah. Temen kamu itu ? emang dia gak sekolah apa? Terlihat seumuran. Oh iya apa dia belum bangun?” tanyaku
“dia izin satu minggu disini, jadi dia gak sekolah. Lagi pula dia disini memang karena ada keperluan. Maklum dia bukan Islam, jadi yaa—gitu haha. Eh seharian kemarin Zafi disini?” ucap Elang
“Lang, inget ya sepulang sekolah!” ucap secara tiba tiba oleh Langit yang terlihat sangat berantakan, dan langsung menuju kamar mandi
“oke”jawab Elang singkat, “yuuk kita berangkat, jelasin semuanya nanti diperjalanan oke.” Tambahnya untukku.
“hey! Kita berangkat, kalau ada apa apa hubungin aku” teriak Elang pada Langit. Dan Langit sama sekali tak menjawab, hanya mengangkat tangannya dari belakang.
Jangan sampai Langit juga punya sikap yang menyebalkan seperti Elang. Selama diperjalanan menuju sekolah aku menceritakan kejadian dua hari yang lalu, karena Elang bertanya. Dia hanya menanggapinya dengan anggukan ringan. Ternyata aku sampai sekolah diwaktu yang bersamaan dengan Zafi dan Feytsa, well sepertinya mereka berangkat bersama, ya sudah pastilah mereka kan pacaran.
“hay Lang? oleh oleh?haha.. makin akur aja nih kalian” ucap Zafi setelah turun dari motornya.
“aduh aku gak sempet bongkar tas kemarin.” Jawab Elang dengan mengacuhkan ucapan Zafi yang terakhir
Kita berjalan menuju kelas bersamaan. Terlihat raut wajah Feytsa yang begitu cerah. Ya aku bisa menebak alasannya. Hari ini Feytsa banyak bercerita, terutama tentang bagaimana dia dan Zafi. Well karena aku sudah tahu lebih dulu dari Zafi, aku tidak seantusias Vidya yang selalu berkata ‘terus’. Haha
“Ra asli aku gak nyangka banget Ra? Uuhh akhirnya..” riang Feytsa
“tuh kan apa aku bilang. Perasaan seseorang siapa yang tahu. Jadi stop juga ya bertanya ‘Ra kamu suka sama Zafi?’, atau ‘ sepertinya Zafi suka sama kamu Ra’ hmmm. Semuanya gak terbukti kan?” ujarku dengan nada datar sebisa mungkin.
Ya harus aku akui jika ada perasaan seperti tersayat sayat ketika mendengar kabar tentang mereka berdua. Ada perasaan saat dimana mata aku tak sanggup menahan air mata karena sedih bukan karena bahagia. Tapi bagaimanapun mereka berdua teman baikku jadi sebisa mungkin aku bahagia dengan bantuan ‘sugesti’. Huuuuff
“haha iya deh iya maaf ya Zira ku sayang. Hehe” balas Feytsa.
Ya ampun aku lupa hari ini 23 Juli ulang tahunnya Afa. Emm baiklah sepulang sekolah aku akan mampir kemakam Afa.
Setelah meninggalkan obrolan Feytsa dan Vidya yang cukup mengiris hati, aku menghampiri Zafi, Elang, Saka dan Gerza.
“hey! Ini pembicaraan laki laki. Kamu ngapain? Haha. Udah beres gossipnya sama mereka?” ujar Saka
“ishh gitu banget sih, justru karena aku gak mau gossip aku kesini. Atau sepertinya kalian juga lagi gossip kan. Ahh sepertinya semua orang suka bergossip. Aku perpus deh” ujarku sambil melangkah pergi.
“hey kita tidak sedang bergossip. Kamu pikir kita cowok apaan?iihhh. Haha” ujar Zafi diikuti gelak tawa yang lain, karena nada bicara Zafi yang sedikit—emm begitulah
“eh ikut Ra, ada buku yang harus aku kembaliin nih” ujar Gerza cepat sebelum aku melewati pintu kelas
“oke” jawabku singkat.
Setelah bel tanda masuk mulai berbunyi aku dan Gerza bergegas kembali kekelas. Pelajaran satu per satu dengan sangat terasa lama mulai berakhir dan mulai memasuki jam istirahat.
“Ra, PR dong” ujar Elang
“oh. Nih. Aku kantin yaa, mau titip sesuatu?” ucapku menawarkan diri
“boleh tuh Ra, makanan biasa ya!” ujar Saka tiba tiba
“yah ni anak kebiasaan kan?males banget sih ke kantin, gak jauh juga. Huuuh. Elang?” tanyaku kembali
“emm mineral aja deh. Thanks yaa” ujarnya
“sip” jawabku singkat dan langsung melangkah pergi.” Dududuhh enaknya yang dapet makanan gratis dari pacar haha” godaku pada Zafi saat mataku melihat kearahnya. Catatan, bukan dengan sengaja aku melihat kearahnya.
“haha sirik aja sih, udah sana ganggu tahu” ucap Zafi sambil tertawa, dan aku juga hanya menanggapi dengan tawa kecil dan luka dihati. Huufff
Ayo dong mana bisa kayak gini terus Ziraaa… ‘sahabat’ ingat soal kata yang satu itu.
Setelah membeli beberapa makanan kecil dan pesanan Saka juga Elang aku langsung kembali kekelas dan memberikannya pada mereka. Aku sendiri hanya duduk disamping Elang karena tadi dia bertanya kenapa jawaban itu bisa muncul.
Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, waktu terus berlalu dan sedikit terasa lebih cepat dari biasanya. Mungkin karena jamnya MIPA jadi tidak bosan dan sibuk memerhatikan lalu menuangkannya kedalam catatan.
Aku tidak ikut pulang dengan Elang, karena ya seperti yang aku katakan, aku akan pergi menemui Afa, berkunjung kemakam Afa lebih tepatnya. Tapi Elang tidak tahu itu, karena saat dia bertanya aku hanya bilang padanya kalau aku ada urusan.
Setelah sampai depan pemakaman, aku terus berjalan sampai akhirnya berada tepat dimakam Afa
“Hay Fa. Emm—selamat ulang tahunya yang ke 18. Ini aku bawain 18 tangkai mawar, ya bukan mawar dari kebun oppa sih. Tapi sama aja, semoga mawar mawar ini bisa menambah kebahagian kamu diatas sana ya Fa. Dulu setiap aku ulang tahun kamu pasti ngasih kado yang hmm buat aku gak ada duanya Fa,hehe. Sayang aku hanya bisa ngasih mawar ini, mawar putih kesukaan kamu. “
Ehh itu kan motornya Elang, iya itu Elang sama—kayaknya Langit. Mau apa mereka disini? Makam? Oh makam Kiara..
Entah kenapa aku jadi penasaran, dan melangkahkan kaki menuju makam Kiara, setelah disana..
“kalau aja kamu Lang gak minta Kiara datang, Key pasti masih ada disini, ada sama aku Lang” ucap Langit pada Elang dengan nada amarah yang teramat sangat.
“aku—aku , aku sama sekali gak pernah maksud nyelakain Key! Kamu tahu itu, kita sama sama tahu kalau—kalau kita sayang sama Key!!!” balas Elang.
Dan aku masih memerhatikan mereka dari jarak yang cukup jauh namun masih bisa mendengar dengan jelas. Mencoba memahami situasi ini. Antara Elang, Langit dan Kiara. Ada apa sebenarnya???
“kalau aja Key lebih memilih aku waktu itu, dan dia gak datang ke kamu. Ini semua gak akan pernah tejadi Lang!” bentak Langit kembali
“ya—ya aku—aku tahu mungkin semuanya salah aku. Tapi aku juga gak pernah mau Key pergi Langit!” tegas Elang
Terlihat Langit mulai bangkit dari sisi makam Kiara dan berjalan menuju Elang.
Oouuu sepertinya mereka…
Langit mulai melayangkan kepalan tangannya pada Elang, dan gak lama Elang membalasnya. Satu waktu Langit yang terjatuh dan satu waktu lainnya Elang.
Aduuhh kenapa aku malah diam disini gak berbuat apapun. Ahhh  bodoh!
Aku mulai menghampiri mereka yang sudah mulai lebam lebam dan berdarah karena perkelahian konyol ini. Mencoba untuk melerai, sampai akhirnya malah aku yang kena kepalan tangan Langit yang tadinya diarahkan pada Elang
“CUKUP, SEMUANYA CUKUP!!!” teriaku pada mereka. Dan mereka mulai terdiam dan terlihat sedang mengatur nafas mereka yang terengah terengah.
“aauuu!!!. Kalian ini kenapa sih. Berantem dimakam kayak gini, depan makam Kiara lagi. Ada apa sih?” ujarku keras pada mereka sambil menyentuh bagian samping mulutku yang terkena tinju.
“kamu kenal Kiara?” ujar Langit
“gak secara langsung” ucapku dengan nada yang melemah
“hey gak usah ikut campur! Ini sama sekali bukan urusan kamu. Oke !!!” bentak Langit tiba tiba padaku
“iya Ra, kamu ngapain disini? Tolong jangan ikut campur. Ini urusan aku sama Langit!” tegas Elang
“hey, kalian gak sadar apa? Gimana aku gak turun tangan, aku melihat kalian yang saling lempar tinju, dan aku mengenal kalian?kalian pikir aku akan diam? Gila apa!” jelasku, “oke !!! terserah, terserah kalian mau saling lempar tinju atau sekalian aja lempar batu, saling tusuk, aku gak peduli!!! Dan kalian pikir apa Kiara senang melihat ada orang yang bertengkar tepat dimakamnya? Terserah semuanya terserah!” tambahku sambil beranjak meninggalkan mereka
Sesampainya dirumah aku menyiapkan kompresan untuk mereka berdua. Karena tak berapa lama aku sampai, mereka juga sampai dirumah ini dengan sendiri sendiri. Berharap dengan es batu ini lebam mereka akan samar. Sebenarnya aku masih belum bisa mengerti ada apa sebenarnya.
“gak ada yang naik ke kamar! Duduk! Obati luka kalian dulu. Ini rumah oppa itu artinya aku punya wewenang disini. Duduklah!” ucapku saat mereka tiba. Dan mereka menurut, lalu duduk dikursi tamu.
“hmmm baiklah, ini, ambilah. Uuuhhh itu pasti sakit kan? Kompres, gunakan kain dan es batunya, setidaknya lebam kalian tidak akan terlalu berbekas. Hmmm oke aku gak akan bahas soal ini karena aku tahu ini memang sama sekali bukan urusan aku. Tapi aku mohon jangan pernah bertengkar lagi. Untung oppa gak ada. Kalian perlu tahu jantung oppa lemah. Gimana kalau oppa sakit gara gara tingkah kalian?. Aku gak mau itu terjadi. Oke, baiklah kalian bisa kompres luka kalian dikamar masing masing. Aku yakin kalian belum makan. Aku siapkan makan siang terlebih dahulu, atau makan sore lebih tepatnya. huuuuff” ujarku seraya menuju dapur dan meninggalkan mereka berdua.
Sepertinya mereka mulai menuju kamar masing masing.
Baiklah , auuu!!! aku sendiri belum mengurus lebam karena pukulan Langit. Apa amarahnya begitu besar sampai pukulannya sesakit ini? Huuuuhhh.
Aku hanya membuatkan mereka nasi goring seafood. Semoga mereka suka. Tapi sepertinya belum ada yang mau keluar kamar. Ahhh merepotkan, apa aku harus mengantarnya pada mereka. Oke baiklah!
Setelah mengetuk kamar Elang, aku menerobos masuk karena tidak ada jawaban.
“hay, ini makanlah. Aku harap rasanya tidak terlalu buruk. Ini aku bawakan es batu lagi kalau kalau memang kamu butuh. Apapun masalah kalian, tolong jangan pernah berkelahi lagi” ujarku, dan Elang terlihat sama sekali tidak berniat untuk menanggpi ucapanku, dia masih menaruh komresannya dipipi kananya. “baiklah aku pergi. Makanlah!” ujarku dan pergi.
Setelah itu kembali kedapur dan mulai menyiapkan hal yang sama untuk Langit.
“hay! Maaf ya tadi aku sedikit membentak dan seolah ikut campur. Aku tahu kita belum pernah bicara sebelumnya, terlebih kamu baru tiba kemarin malam. Ini. Makanlah! Aku harap kamu gak alergi seafood, dan aku harap rasanya tidak terlalu buruk. Ini aku bawa es batu juga, kelihatannya itu sudah mulai mencair. Baiklah aku pergi” ujarku
“emm—maaf atas pukulan aku tadi. Dan terima kasih” ucapnya sangat datar. Kalau sama sekali tak berniat mengatakannya lebih baik tidak usah dikatakan.
“oke gak masalah!” ucapku dengan seulas senyuman, aku harap tidak terlihat terpaksa.
Sebenarnya mereka berdua ini teman atau musuh. Kenapa bisa sampai seperti ini. Dan apa hubungannya dengan Kiara?
Langit malam hari ini terlihat lebih sepi, hanya ada beberapa bintang yang terlihat. Aku bersandar pada sebuah pintu belakang memandangi begitu kelamnya langit malam ini
“what should I do if I surrender with my life? If I’m tired and bored? When I feel everything is wrong there isn’t true. Everything will be better if I die right now. What should I do? I hope that you were here accompany me and my be I’ll feel everything all right. What should I do to get back my life? To find the happiness which is lost” ujar Langit yang terlihat sedang duduk santai di bangku taman sambil memandang hal yang sama denganku.
“terlalu banyak pertanyaan!” ujarku yang lalu menghampiri Langit “dan kamu gak akan pernah tahu jawabannya, karena kamu sendirian disini. Apa kamu mengharapkan jawaban dari bintang diatas sana?” tambahku sambil menatap hitamnya langit hari ini



Tidak ada komentar:

Posting Komentar