Jumat, 27 Maret 2015

Diorama #Stage 22

Silahkan review cerita sebelumnya di stage 21 J


Aku membalasnya dengan menanyakan siapa dia. Tapi tak ada balasan. Kata katanya cukup manis untuk bisa membuatku tersenyum.
“Zira……” terdengar suara teriakan dari bawah, sepertinya itu Elang, ooouu kenapa aku masih di sini, aku bisa terlambat
“maaf, hehe ayo!” ujarku
“ini!” ucap Elang dan memberikan setangkai mawar putih dan coklat yang sama seperti kemarin, ada cardnya juga
“jadi ini dari kamu?”tanyaku memastikan
“bukan!” jawabnya pasti
“ya sih gak mungkin kamu juga, sejak kapan kamu baik, dan bisa menulis kata kata yang manis. Jadi kamu bisa kasih tahu siapa?” tanyaku
“entahlah, sudah ada depan meja luar dekat pintu, aku lihat ada namakamu, jadi mungkin itu untukmu. Ahh sudahlah ayo naik” bentaknya
“iya iya baiklah!” ujarku sambil memasukannya kedalam tas, dan membaca cardnya

Pelangi pelangi itu bersinar dengan semua warna ketulusannya tepat di wajah dan hatimu
Aku hanya terpaku tak tahu harus berucap, kau yang manis dan lembut seperti coklat ini…
Untukmu Zira Stefyani Raharja

Dia tahu nama lengkapku, jelas dia mengenalku, tapi tak ada nama. Hmmm ini kedua kalinya. Apa dia juga yang memberiku pesan tadi. Nomor siapa ini?
Sesampainya disekolah aku melupakan sesaat soal kiriman kiriman ini, biarlah cepat atau lambat aku akan mengetahuinya. Aku harap..
Semenjak kepergian Zoya aku belum lagi menginjakan kaki dirumah sakit. Baiklah mungkin weekend ini. Mungkin. Bagaimanapun aku harus bisa fokus.
“jadi kamu ambil jurusan kependidikan?” tanya Gerza
“tentu, itu salah satu cita cita kan, sebenarnya aku juga tertarik dengan kedokteran di Unpad yaa setidaknya semenjak aku mengenal Vea dan anak anak yang lain. Tapi aku gak yakin, kamu tahu aku gak suka biologi dan medis? Aku juga tidak begitu menyukainya” ujarku
“lagi pula kamu lebih cocok menjadi seoarang guru kan? Haha” ujarnya
“kamu sendiri?”
“entahlah, aku masih galau, ITB, UI atau UNPAD. Entah mana yang tepat”
“haha baiklah, kamu cukup mampu dan bisa untuk meraihnya bukan? You are so smart! Jadi gak akan terlalu ada kesulitan”
“haha tetap saja, SNMPTN itu berbeda Zira”
“iya sih, hehe gimanapun harus tetap berjuang keras yaa”
“eh apaan tuh dikolong meja kamu?” tanya Gerza, “wah wah wah penggemar yaa. Cieee” goda Gerza
“mungkin haha”
Ini mawar lagi, namun tanpa coklat hanya mawar putih dan sebuah card berwarna biru

Ketika aku melukis diantara ribuan bintang yang terpendar, ternyata yang terlukis hanya senyumanmu
Ketika aku mengukir diantara indahnya warna pelangi, ternyata yang terukir hanya bayanganmu
Semoga kamu suka Zira Stefyani Raharja

Suka? Yang benar saja menurutku ini indah.
Selama dua minggu penuh aku selalu mendapatkan mawar dan coklat yang sama dan lengkap dengan tulisan computer yang manis. Sms juga selalu aku terima, namun setiap aku membalas dan mencoba untuk meneleponnya selalu tidak ada reaksi. Benar benar secret admire. Hmmm.
Hari ini aku akan pergi ke rumah sakit karena memang sudah lama aku tidak kesana. Hari ini Zafi juga menemaniku, tadinya Elang akan ikut namun dia diminta oppa untuk mengantarnya ke Jakarta. Jading hanya aku dan dia.
“hmmm anak anak itu menyenangkan bukan, sangat cocok untuk refreshing ditengah tengah beban soal ujian. Benarkan?” ujar Zafi
“iya, itu salah satu alasan untuk menghilangkan rasa penat. Menyenangkan, sangat...”ujarku
“oh iya kamu sudah tahu soal dia yang.. emm secret admire?”
“belum, tapi sampai sekarang dia masih selalu melakukan hal yang sama, coklat, mawar, sweet card, sms” ujarku
“pernah jatuh cinta?” ujarnya sambil merebahkan badannya kesandaran bangku taman sambil menyilangkan tangan.
“mungkin iya (denganmu ), kenapa? Kamu sedang jatuh cinta?” tanyaku memastikan dengan pandangan kearahnya, dan dengan hati yang masih berdebar, apa dia bisa mendengarnya? Oohhh
“sepertinya. Bagaimana menututmu? Bagaimana rasanya jatuh cinta?”Ujarnya
“kamu tahu, aku geli rasanya mendengar kata itu ‘jatuh cinta’ benar benar menggelikan” ujarku
“oh ya? Bagaimana menurutmu soal.. jantung yang berdetak lebih cepat saat kita melihatnya, kaku dan perasaan ingin menjauh saat bersamanya, tapi saat jauh rasanya ingin sekali untuk melihatnya. Jika bertanya kenapa dan bagaimana? Rasanya tidak pernah ada jawaban. Bagaimana menurutmu?” ujarnya
“ohh kamu benar benar sedang dimabuk cinta Zafi, disaat seperti ini kamu masih bisa merasakannya? Disaat kita akan menghadapi dua ujian besar? Yang benar saja”
“yah, rasanya memang menyebalkan, tapi seberapa keraspun aku mencoba untuk tidak memikirkannya, bayangannya selalu muncul tiba tiba. Aneh bukan?”
Perasaan seperti itulah yang aku rasakan Zafi, persis seperti itu…
“kamu tahu, jika semua ini ada kesalahan maka ini adalah kesalahan terindah yang pernah aku perbuat” tambahnya
“wah wah wah, aku sepertinya bisa memahaminya. Jadi siapa gadis ini? Gadis yang membuatmu seperti ini?” ujarku
“rahasia dong, haha” tawanya
“baiklah, saat kamu ingin bercerita, memberitahu siapa dia, dia yang telah kini ada dihatimu. Carilah aku! Sahabatmu!” ujarku
“sahabat?”
“ya persis seperti yang selalu kamu katakan”
“benar, sahabat…” ucapnya tenang, “baiklah menurutmu apa yang harus aku lakukan sekarang? Selain memberitahu gadis itu kalau aku sangat menyukainya? Karena aku sama sekali belum siap untuk itu” tambahnya
“payah… tapi selama kamu bisa lebih dekat dengannya mungkin akan lebih baik!”
“yaa aku selalu merasa sangat sangat bisa jauh lebih baik dan nyaman saat bersama dia, dia yang aku suka” ujarnya dengan seulas senyuman diwajahnya, sangat tulus.
“haha, senang rasanya bisa melihatmu bahagia seperti ini. Bukankah gadis itu sangat luar biasa bisa membuatmu seperti ini haha!” godaku
“mungkin. Ayolah perasaanku sedang baik hari ini. Aku teraktir sahabatku makan bagaimana? Mau?”
“tak akan menolak!” ujarku dengan seulas senyum.
“bagaiman dengan Langit? Kamu suka sama dia?” tanyanya
“aku? Dan Langit? Bayangin aja bagaimana aku dan Elang. Sama seperti itu, Langit dia memang menyenangkan dan manis tapi untuk sesuatu yang lebih. Tidak. Ayolah aku lapar Fi, katanya mau teraktir, sekarang?” tanyaku riang
“oke” jawabnya singkat
Setelah selesai memesan, kita hanya berbincang ringan soal ujian nasional dan ujian untuk PTN. Tak lama..
“Zira Zafi?” sahut Feytsa
“hay Tsa, mau gabung?” tanyaku sungkan, kau tahu rasanya tidak menyenangkan saat ketahuan makan berdua dengan mantan sahabatmu. Terdengar seperti ‘penghinat’. Walaupun aku tahu semua ini tak terlihat seperti itu
“tak apa, aku cari tempat makan lain, daahh” ujar Feytsa yang langsung pergi begitu saja. Sudahlah mengejarnyapun akan percuma.
Hmmm. Begitu terlihat jelas dari matanya, dia sedih, kecewa, marah atas apa yang telah dilihatnya. Tapi aku sendiri tak tahu harus berbuat apa. Raut wajah Zafi terlihat datar. Apa dia benar benar tak berperasaan bagaimanapun Feytsa adalah… ahhh sudahlah Zira ini sama sekali bukan urusanmu. Tak lama handphoneku bergetar.
“sorry, bentar ya Fi” ujarku dan mengangkat telepon, dia hanya mengangguk pelan
“halo, ada apa Elang?”
“kamu dimana? Kenapa gak ada dirumah sakit?”
“oh aku lagi makan, gak jauh dari rumah sakit kok, tempat makan seafood,”
“oh iya aku tahu itu dimana, sama siapa? Zafi?”
“iya”
“tunggu aku kesana”
“tapi..” ahhh teleponnya terputus.
“siapa? Elang Ra?” ujar Zafi
Aku hanya mengangguk pelan, dan bilang padanya kalau Elang akan menyusul kesini. Sedikit bayangan akan kejadian tadi saat Feytsa muncul benar benar menganggu pikiranku. Bagaimanapun aku tahu perasaannya, aku bisa merasakan kebenciannya akan apa yang dilihatnya tadi. Ehh handphoneku bergetar lagi ada sms.. dari.. secret admire. Hmmm

Tunggu dan lihatlah cahaya bintang dimatamu tak akan pernah padam. Tunggu dan aku akan ada bersamamu..
Zira Stefyani Raharja..

Sebenarnya siapa dia? Aku balas dan bertanyapun pasti tak akan diresponnya. Tapi semakin lama ini membuatku takut. Bagaimana tidak rasanya seperti ada yang menerormu namun dengan kata kata yang sangat manis. Apa dia ada disini? Apa dia selalu ada didekatku? Pertanyaan yang selalu muncul ketika aku mengingatnya.
“kenapa?” tanya Zafi
“nothing. Tuh pesenannya udah datang”
“kita gak nunggu Elang?”
“gak usah aku udah laper.hehe”
“baiklah”
Kita terdiam satu sama lain. Sama sekali tak ada perbincangan saat makan. Tak berapa lama Elang tiba dan dengan wajah yang kurang mengenakan. Ada apa dengannya? Dia memaksaku untuk pulang alasannya karena oppa ingin aku pulang. Biasanya kalau ada apa apa oppa pasti hubungin aku. Tapi rona wajah Elang benar benar menyebalkan.
“dia lagi makan Elang? Gak bisa tunggu sampai kita selesai?” ujar Zafi sambil menahan tangan Elang dan menarikku
“dia harus pulang. Sekarang!” timpal Elang
“sudahlah cukup. Fi aku sebaiknya ikut Elang karena aku yakin dia gak bohong soal oppa yang minta aku pulang. Maaf ya”
“tak masalah. Baiklah. Hati hati ya!” ujar Zafi
“pasti. Makasih untuk teraktirannya!” ucapku dan pergi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar