Jumat, 13 November 2015

Dua senyuman

Sebuah tulisan yang mungkin tak pernah sampai pada pemiliknya. Rasa sayangku memang tak pernah kuucap langsung untukmu, perhatianku tak pernah kutunjukkan, bahkan memelukmu tak pernah kulakukan. Sayangku hanya bisa kuucap dalam doa, perhatianku adalah dalam diam menatap wajah lelah setiap malamnya. Maafku karena membuatmu lelah dalam waktu, maafku karena sering membuatmu kecewa dan marah, kini tak bisa kubuat bangga dirimu, ada satu hal yang sulit kuucapkan meski sangat ingin "Terima kasih dan maaf". Entah kapan sapaanku berubah menjadi "babeh", aku tahu sampai sekarang aku belum melakukan apapun, meski selalu ku doakan tapi aku tak ernah benar benar berdoa. Perbincangan selalu kuhindari, karena aku takut jika muncul pertanyaan yang tak bisa kujawab. Aku bukanlah seorang anak yang bisa berbakti padamu, masih suka kuhiraukan permintaanmu. Satu-satunya yang kulakukan hanya bertahan dengan apa yang pinta "Jadilah guru", menjadi seorang guru bukan mimi yang pernah kupikirkan, sama sekali bukan. Lalu muncul sebuah dialog "Dulu, mama pengen banget jadi guru, tapi gak kesampaian". Kuurungkan niatku menjadi apa yang kuinginkan, aku memilih jalan yang lain, melupakan mimpiku dan membangun mimpi yang baru. Melihat orang lain berada di posisi yang sangat aku inginkan dulu sampai sekarang masih membuatku terluka, masih kukatakan "seharusnya aku juga seperti itu". Menjadi guru ternyata bukan hal yang mudah, entahlah, meski mimpi itu mulai tumbuh namun masih kumenoleh kebelakang, sesekali menyapa mimpiku yang lama. Sungguh ini jalan yang sulit, masih tak dapat kunikmati, untukmu kujalani hari-hariku dengan beban dikedua pundakku. Maaf karena inilah aku tak bisa membuatmu bangga, untuk jalan yang sejak awal tak pernah ingin kupilih. Berapa kali aku menangis karena ini terasa berat? tak bisa kuhitung dengan semua jari yang kumiliki. 
Namun berkatmu, aku tahu apa itu memberi, kelak ilmuku bukan untukku, kelak ilmuku harus kubagikan, jika aku tak memilih jalan ini mungkin aku tak tahu apa itu berbagi, berbagi yang sederhana. Perlahan mimpiku yang lain mulai tumbuh, aku ingin menjadi seorang guru bukan hanya sekedar profesi masa depan, aku ingin mengabdi, ya kelak sudah kutetapkan waktunya. 
Tapi, beban ini kadnag tak bisa kupikul lebih lama, sekalipun aku tak pernah mengeluh padamu, tak pernah kukatakan jika ini sulit. Kau selalu melihatku jika aku bisa dan aku baik-baik saja. Percayalah aku bukanlah aku yang dulu, bukan anakmu yang memiliki prestasi disekolah dengan segala kesibukan yang kumiliki. Aku tak suka melihatmu membanggakanku untuk sesuatu yang tak pernah kulakukan, karena bebannya akan terasa lebih berat lagi. 
Akan kulakukan semampuku, akupun meminta pada-Nya, dan jalan yang kau tunjukkan untukku adalah jawabannya. Aku tak pernah akan bisa membayar semua lelahmu, tapi percayalah aku ingin melihat dua senyuman itu saat gelar sarjana melakat pada diriku, aku ingin melihat melihat dua senyuman saat sebuah profesi beriringan dengan langkahku, dan aku ingin melihat dua senyuman saat aku benar-benar menggapai apa yang kubangun menjadi mimpiku saat ini. Jadi tunggulah sebentar lagi, tunggulah lebih lama, beri aku waktu lebih lama lagi untuk bisa melihat dua senyuman terhebat dalam hidupku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar