Senin, 11 Mei 2015

Aku dan dia (Banyu) #Lembar 1 "Sapa Pagi"

Kau benar itu seperti jaring laba laba, ada keteraturan yang tertinggal tapi tetap saja mudah rusak, bahkan jika hanya dengan sebatang lidi, lembar lembar itu kuyup sudahkah? dimana sebuah titik akan berlabuh mengakhirnya ceritanya. Rongga dalam sepotong kue dimana selagi hangat disanalah asap hilir mudik menghadirkan aroma khas sepotong kue yang baru saja diangkat dari oven. Tidak, kau mungkin mengilusikan seperti secangkir kopi hangat dipagi hari, yang kau isap dengan tenang sebelum kakimu beranjak mengitari sang waktu. Tirai yang kau tutup rapat tiap malam, kau renggangkan sedikit saat pagi sampai cahaya matahari membuatmu tersadar. Matamu terkepit sesaat sampai membuka lebar menatap fajar yang baru saja naik ke permukaan. Banyu, bisakah kau singgah di kebun kecilku? menikmati beberapa potong kue pagi dengan secangkir teh atau kopi latte kesukaanmu. 
"Ra, bagaimana pagimu? tak terbakar fajar bukan? disini luar biasa indahnya, seandainya ada cara agar detik ini kau disini"
"Kalau begitu ajari aku terbang, Banyu.. jangan gunakan sayapmu sendirian, sekali kali ajaklah sahabatmu ini"
"Sayap sayapku hanya berfungsi untukku, bagaimana ini? kau harus membuat sayap sayapmu sendiri, lalu terbang mengirama bersamaku"
Bisakah? aku bahkan tak tahu aku bisa memiliki sayap, jikapun iya, entah bagaiamana caraku untuk terbang. Banyu, kau bisa lihat awan yang sama denganku? begitu tebal dan putih, aku ingin berbaring jadinya. Kau tahu... tanah yang kau pijak kini, berbedakah? Kehadiranku kelak akankah menambah rasa yang baru?
"Kalau begitu ajari aku terbang saat sayapku sudah terpintal rapi, karna aku tak mau jatuh"
"Ra, ku yakin kau pernah membaca ini... bahkan burung yang memiliki sayap nyata masih akan terjatuh, peluang untuk burung terjatuh? banyak... banyak sekali"
"emm.. tapi Banyu.. hidup dalam dimensi mana yang paling kau puja?"
"Entahlah, mungkin dimensi yang tak kan pernah kau duga, belum saatnya untuk memberitahumu, kau tak akan pergi? bukankah ini sudah sangat terlambat?"
"Kau benar, waktu adalah dimensi yang tak muncul dipermukaan, tiba tiba saja dia menyerang dan memaksaku berlari, baiklah.. semoga mentari mengirama hangat bersamamu"
Dimensi mana yang nyata dan mana yang ilusi? Aku tak menemukan jawaban pasti. Batu tetaplah batu, dan air tetaplah air, semuanya menyebrang pada jalannya meski tanpa petunjuk arah pasti. Ruang yang selalu kau tuju, mungkin hanya ilusi dimana kau tenggelam didalamnya, bukan fiktif hanya saja mungkin tak senyata yang kau pikirkan
"Baiklah, menjelajah bersama waktu yang memaksamu berlari, jika lelah singgah lah dipersimpangan setidaknya akan membuatmu terdiam dalam memilih, dan jadikan itu alasan untukmu berhenti sejenak untuk beristrirahat"
Banyu... benarkah sayapmu tak akan berguna untukku? Ku kira melihatmu terbang akan menyenangkan, tapi kita ada di tanah yang berbeda, memberi jeda untuk saling menyapa, ada celah yang tak dapat kulihat hingga mata tak saling menatap. Baiklah beri aku waktu lebih sampai sayapku bisa membawaku terbang dan hingga kita akan terbang beriiringan dengan sayap yang berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar