Langit begitu telanjang bukan? pantas ia kedinginan, mungkin bintang tengah bersembunyi sedang bermain petak umpat dengan bulan, tak ada kehangatan jadinya malah sepi. Sisi langit mana yang tengah kau tatap dengan binar itu? ku yakin berbeda, jika gravitasi lenyap mungkin kita disisi belahan yang bertolak.
"Ra, bagaimana langkahmu? Baik saja bukan? Lama tak mengirama, sedikit kerinduanku mencuat ke permukaan"
"Entahlah, tak ringan juga tak berat, tapi mungkin sedikit kehilangan arah, hingga tersesat lagi"
"Benarkah? Kau suka sekali tersesat"
"Mmm.. menyenangkan, cobalah sesekali"
"Saat kembali mungkin kau bisa mengajakku untuk tersesat bersamamu, haha... By the way, Sudah tahu rumah mana yang harus kau tuju lebih dulu?"
"Kau tahu kini aku dalam sebuah lingkaran, terlalu banyak titik, belum bisa kuputuskan, hanya saja... aku akan menikmati ketersesatanku sebelum aku pulang"
"Baiklah asalkan kau ingat untuk pulang kurasa tak masalah, ada satu rumah yang ingin kutuju saat aku kembali"
"Kau punya? Ku kira kau sedang dirumah sekarang"
"Rumah yang lain"
Kotak waktuku tak utuh lagi, ada yang hilang... mungkin bentuknya kepingan, dan masih ku cari, kadang aku menemukannya saat aku tersesat, kau yang bilang... 'Mimpi adalah rumah yang harus kau tuju, dimana kau harus pulang' Ibarat sedang merencanakan rumah dalam konotasi yang sebenarnya, keping keping rupiahku jauh dari kata cukup, bahkan baru kusimpan satu atau dua keping saja
"Ku harap rumah yang kau tuju tak jauh denganku, hingga kelak kita akan menuju jalan pulang dengan arah yang sama"
"Mungkin..."
Singgahlah sejenak, menetap dan tinggal, tak bisa ku jamin kau akan suka, tapi kutawarkan waktuku menggantikan waktumu yang hilang dimana aku tak terdapat didalamnya, tak bisa ku bayar lunas, kucicil saja... kelak... saat aku kembali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar