Sabtu, 21 Februari 2015

#SMS Chapter 10 "Surat Tak Bertuan #3"

“Hay! Udah pada cape aja nih, sorry telat… tadi jemput Hani dulu. Illyas gak jadi datang dia harus ngurusin DKM katanya” ujar Bara yang baru sampai dengan Hani tepat disampingnya. Aku hanya menyimpulkan seulas senyum di wajahku dan Aga sibuk berbincang, “Kalian olahraga berdua yaa, tadi kita udah soalnya.. kita tunggu di tempat istirahat biasa”ujar Aga, dan aku hanya berlalu pergi dengannya. Dari tempatku duduk aku masih bisa melihat Bara dan Hani tengah berlari kecil sepertinya saling berbincang, baik Hani maupun Bara saling melempar tawa kecil mereka, ya ampuun apa yang aku pikirkan… bukankah seharusnya aku juga senang, nafasku semakin berat rasanya “Ve? Still with me?” ujar Aga menyadarkanku, “ahh yaa.. maaf efek lelah haha” balasku, “well karena aku yang menang, aku akan mulai dengan 1 pemintaan” jelas Aga, “yayaya.. pertandingan macam apa itu, pull up? Jelas aku akan kalah jika itu caranya, tangan tanganku mana bisa bertahan lama dibandingkan tangan seorang pria” gerutuku, “baiklah 1 permintaan.. apa?” tambahku dengan nada rendah, “Izinin aku untuk ngelakuin permintaan kamu” ujarnya menatap tajam kearahku, “tadi kamu bilang, kalau kamu menang kamu akan mengajukan 1 permintaan, aku akan lakuin itu… kamu hanya harus bilang” tambahnya. “kamu serius?” ujarku antusias, “malam ini jam 7 di café biasa okee?”tambahku. Aga mengangguk setuju dan tak banyak menanggapi dia hanya bilang jangan sampai terlambat. Tak lama Bara dan Hani kembali. Tak banyak yang kami perbincangan dan lagi.. tak akan jauh dari persoalan akademik.
Matahari semakin meninggi, ku buka nomor kontak di handphoneku dan ku hubungi Viona, ahh ini benar benar sebuah kesempatan, rasanya sedikit tidak benar tapi… ada janji yang harus kutepati pada Viona.
Malam semakin larut sebenarnya belum terlalu larut, namun disinilah kuhabiskan malam dengan menatap indahnya bintang. Cahaya yang berkelap kelip itu selalu ampuh untuk membuatku tersenyum benar benar sangat nyaman saat melihatnya, seperti menerawang jauh kedalam masa depan yang penuh cahaya. Esok paginya bagianku untuk piket kelas bersama Viona dan beberapa teman aku sampai dikelas paling awal, kusimpan tas untuk mulai membersihkan kelas, tunggu… ‘amplop biru’ benakku, amplop yang sama… aku melihat kesekeliling tak ada siapapun atau bahkan tak ada satu taspun dikelas ini, aku menarik kursi lalu kubuka amplop biru itu..

“Bagaimana dengan music yang ku kirimkan? Kau menyukainya?.. disinilah aku membayangkan bagaimana raut wajahmu saat mendengarnya mungkinkah kamu tersenyum atau justru mengerutkan keningmu? Aku benar benar penasaran… Kini aku akan mengingatkanmu pada hal lain… ‘Bintang’ saat kamu melihatnya seperti kebiasaanmu.. mulai saat ini bintang akan mengingatkanmu padaku. Tersenyumlah.. akhir akhir ini senyumanmu menghilang, aku merindukannya, setidaknya tersenyumlah untuk dirimu sendiri” Dia tak hanya mengirimkan surat tapi juga sebuah gantungan, entahlah ini seperti gantungan HP dengan bandulnya yang berbentuk bintang, ku akui itu sangat cantik, ku raih ponsel ditasku dan kupasangkan gantungan itu. Tapi… bagaimana reaksi Aga saat dia tahu dia disana bertemu Viona… Viona juga belum datang, tak lama beberapa teman yang piket hari ini mulai datang dan kubereskan sebuah ruangan yang menjadi saksi perjalananku di masa putih abu ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar