Kamis, 19 Februari 2015

#SMS Chapter 6 "Surat Tak Bertuan"

Bel sekolah berbunyi nyaring bertanda waktu istirahat tiba, aku hanya diam dikelas mengobrol dengan Hani, yapp dia sibuk menceritakan apa saja yang dilakukannya kemarin “ya gitu deh, asli Ve, aku seneng banget ya walaupun hanya nemenin dia di toko buku tapi itu hal yang menyenangkan sebelum pulang kita sempet mampir makan juga, dinner Ve.. aku sama dia” ujarnya penuh semangat karena Bara tidak ada dikelas melainkan dikantin bersama sahabatnya Aga. ‘But.. wait.. dinner?’ dalam benakku, aku bertanya jam berapa sebenarnya mereka pulang, jika Bara tengah makan dengan Hani, tak ada alasan baginya untuk merasa lapar apalagi kemarin dia terlihat lahap saat makan, yang aku tahu Bara adalah tipikal orang yang mudah kenyang dan tak begitu suka makan banyak apalagi sampai dua kali makan, “entahlah setengah 7 kita makan dan aku sampai rumah jam 7, oh iya Bara kerumah kamu kemarin?” tanya Hani membuatku kaget karena dia tahu Bara mampir kerumah, “ahh iya.. dia bilang tahu rumahku dari kamu, dia mampir mengerjakan tugas kimia hari ini” ungkapku “mmm aku tahu, dia bilang dia akan mampir kerumah kamu menanyakan beberapa soal kimia, padahal dia bisa bertanya padaku” ungkap Hani dengan nada kecewa. Untuk mencairkan suasana aku mengajaknya ke kantin sebelum jam istirahat berakhir, kami berpapasan dengan Bara dan Aga yang baru saja makan dikantin dan aku hanya menyapa sekedarnya tentu tidak dengan Hani yang terus memberikan senyum hangatnya pada Bara.
Kelas olah raga telah berakhir saat aku kembali ke kelas untuk mengambil seragam putih abu untuk kuganti pakaianku, aku melihat sebuah novel tepat dimejaku, ‘ahh mungkin milik orang lain’ benakku dan aku hanya melewatkannya lalu keluar untuk berganti pakaian. Sekembalinya ke kelas novel itu masih diposisi yang sama, kuambil dan kubuka untuk tahu siapa tahu ada sebuah nama didalamnya dan yaa ada tapi.. “Vea Prisillia Permata, 12 IPA 3” lengkap dengan tanggal “18 September 2010” sebuah format tulisan yang sama seperti yang selalu kulakukan untuk setiap novel miliku, ‘Kapan aku membelinya? Bagaimana bisa disini tercantum namaku?’ pikirku dalam dalam, tak lama bel sekolah menandakan jam pelajaran berikutnya berbunyi aku hanya memasukan novel itu kedalam kolong meja.
Sesampainya dirumah kubongkar semua isi tasku untuk ku ganti dengan mata pelajaran esok hari, aku melihatnya lagi sebuah novel yang mengatas namakanku sebagai pemiliknya, tulisannya berupa ketikan mesik komputer jadi aku tak bisa memprediksi jenis tulisannya, tunggu apa ini… sebuah amplop biru terselip tepat di Chapter 10 novel itu yang berjudul “Hanya Kau”. Lagi.. tulisannya bukan tulisan tangan tapi tulisan komputer, aku hanya membacanya dalam diam..
“Bacalah.. novel ini menarik, aku yakin kau akan menyukainya, tak perlu khawatir akan siapa yang memberimu novel ini, cukup hargai dia yang mengirimkannya dengan membaca novel ini. Kelak akan kuperkenalkan diriku secara langsung, tapi tidak sekarang karena sedang ada hal yang ingin kupastikan. Oh iya untukmu yang mungkin akhir akhir ini terluka, aku mohon jangan terluka karena aku akan terluka bersamamu, aku merindukan senyuman itu, senyuman yang tak pernah lagi kau berikan untukku, tersenyumlah seperti sebelumnya… sebelum kau terluka”

Surat itu berhenti disana tanpa nama bahkan tanpa inisial. ‘Terluka?’  aku tak pernah menceritakan apapun tentang kehidupan pribadi diriku pada orang lain. Kusimpan novel itu diatas koleksi novelku sebelumnya dan mengambil buku matematika untuk mengerjakan tugas yang harus dikumpukan besok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar