Rabu, 25 Maret 2015

Diorama #Stage 10

Silahkan review cerita sebelumnya di stage 9 J

“itu namanya keterlaluan, kamu pikir aku hidup untuk kamu? hmmm? Tapi aku bisa anggap itu permintaan terakhir kamu, jadi aku pasti lakuin itu,hahaha”
“wah jahat, tapi kamu janji? Karena aku benar benar butuh support dari sahabat seperti kamu, dan kamu harus selalu doain aku, bahkan ketika aku oprasi”
“perasaan aku hanya bilang ’satu hal yang ingin kamu minta’ itu terlalu banyak, too much Zafi, gak sekalian aja kamu tawan aku dirumah sakit ini?”
“aahh.. itu ide yang bagus.. haha” candanya
“maaf mba Zira, Zafi harus makan siang lalu beristirahat sekarang” ucap salah satu suster yang datang menghampiri kita berdua
“oh iya sus, lagi pula aku mau ke bangsal kanker, kamu istirahat yaa Fi, jangan mikirin aku terus, nanti kamu tambah sakit lagi, hehe”
“apa? Gak akan pernah Ra, sedikitpun. Oke kalau gitu have fun ya sama anak anak, thanks yaa Ra, tapi mau temenin aku dulu gak setidaknya hanya sampai ke kamar? Oh iya tadi juga ada Feytsa disini. Boleh kan sus?” tanyanya sambil mengarah ke arah suster yang memakai jam tangan hitam dilengannya
“iya tentu” jawab suster itu tersenyum ringan.
“iya tadi sebelum kesini juga aku liat dia kok, cuma karena gak enak aja jadi aku gak nyamperin kalian tadi.” Ujarku sambil berjalan mengantar Zafi ke kamarnya
“aku jadi tambah gak enak deh Ra sama dia, yaa terutama karena dia punya perasaan lebih ke aku, aku cuma gak pengen ngasih harapan kosong aja”
“hmm.. apa kamu gak bisa belajar untuk punya perasaan yang sama ke dia?”
“apa harus? Mungkin ia aku bisa coba, dia sudah terlalu baik sama aku Ra, hmm udah sampai juga, ya udah makasih ya, salam buat anak anak”
“ya udah kalau gitu aku pergi ya Fi, selamat istirahat” ujar ku dengan senyuman yang tulus dan aku pergi.
Aku langsung ke bangsal kanker, disana tadinya aku gak tahu harus gimana cara membuat para malaikat kecil ini bisa bahagia hari ini, tapi tiba tiba Cikko salah satu anak disni minta aku nyanyi, karena dia bilang dia kangen sama nyanyiannya Bara sama Pasca anak anak yang lain juga malah minta hal yang sama, padahal aku kan gak bisa nyanyi aku juga udah jelasin kalau suara aku jauh kalau dibandingin sama suaranya Pasca, tapi anak anak malah tetep maksa.
Ya mau gak mau deh aku nyanyi dengan suara apa adanya, aku menyanyikan beberapa lagu anak anak lagu yang cukup riang untuk bisa buat mereka ikut bernyanyi dan tersenyum untungnya mereka sama sekali gak protes soal suara aku haha.
Karena ini juga udah masuk waktu mereka untuk istirahat jadi aku pamit pulang, tapi sebelum aku pulang aku mampir ke makam Afa sekalian kemakam bunda.
Setibanya di makam…
“Hai bun, hay Fa, hari ini aku jenguk Zafi, rasanya udah lama banget aku sama dia gak ngobrol kayak tadi, bun tolong ya bilang sama Allah kalau Allah jangan pernah ambil Zafi, aku juga selalu doain dia kok, hmmm bunda sama Afa kalian harus lihat gimana senyuman dia saat aku ngasih mawar itu, aku gak pernah liat senyuman dia yang seperti itu, ya aku harap sih aku bisa selalu ada untuk dia, hmm oh iya aku juga seneng karena dia minta hal hal yang membuat aku selalu bisa ada untuk dia, Fa posisi kamu sekarang terancam dihati aku, tapi enggak kok aku akan berusaha untuk selalu menganggap dia sahabat buat aku seperti apa yang dia selalu bilang
Rasanya hari ini aku gak bisa berhenti tersenyum, ya aku tahu kalau Zafi dia udah mutusin untuk bisa terima Feytsa, semoga itu awal yang baik ya bun, Fa. Kalian juga pasti lagi tersenyum diatas sana, kalau gitu aku pamit yaa bunda, Fa.”
“kamu yakin mau lepas Zafi gitu aja?” ujar Elang yang tiba tiba muncul
“emm…  Zafi sama Feytsa kan sahabat aku jadi kalau itu kebahagian mereka itu artinya kebahagiaan aku juga, kamu ngapain disini?” ucapku sambil berdiri dan mulai menghampiri Elang
“waaaww! Enggak tadi aku abis kemakam sahabat aku, gak nyangka lihat kamu disini”
“apa yang maksud dengan’waaaw!’. Yaa abis dari rumah sakit aku langsung kesini, aku jadi penasaran deh siapa sih sahabat kamu itu?, kamu mau gak kenalin aku sama sahabat kamu itu”
“ooh, enggak gak maksud apa apa. Enggak aku gak mau!” jawabnya tegas sambil berjalan perlahan
“loh ko gitu sih, kalau kamu gak mau kenalin dia ke aku, seenggaknya certain soal dia ke aku, ya kali aja aku bisa jadi temen curhat yang baik gitu buat kamu” jawabku dan mulai mengikuti iringan langkah kakinya
“ikut aku yuuk!!! Mungkin aku bisa certain sedikit soal dia tapi gak disini. Kamu kira aku apaan cerita dimakam kayak gini”
“tapi tunggu, kalau kamu disini, oppa sendirian dong?” tanyaku yang teringat akan oppa
“enggak kok, oppa pergi kerumah temennya katanya dia baru pulang malem, jadi bukan oppa yang sendirian tapi aku, makanya aku pergi kesini”
“yeee, emang aku peduli apa kalau kamu sendirian haha”
Aku sama Elang akhirnya pergi dari tempat ini, kita kesebuah taman, indah banget, aku udah lama gak ketempat kayak gini. Aku juga  gak nyangka sosok yang ada disebelah aku ini sekarang jadi sosok yang lebih bisa damai sama aku, padahal dulu aja hmm ogaah banget deh bisa deket sama dia
“so, siapa dia?” Tanyaku sambil perlahan mulai duduk dibangku taman yang disusul oleh Elang yang juga ikut duduk disebelah aku
“well dia seorang gadis seumuran kita, dia cantik, dia baik, dia—dia sempurna, mungkin lebih dari kata sempurna, dari kecil aku udah sama dia, kita sering banget masak berdua, ketaman berdua, kita selalu sama sama, dia jago banget main piano sama ngelukis, tapi sayang lima tahun lalu dia harus pergi karena kecelakaan, saat itu dia—dia dia mau pergi kesebuah taman dimana saat itu aku ulang tahun, dia bawain lukisan buat aku, potret diri aku, tapi sebelum dia bisa lakuin itu… dia ketabrak dan gak lama dia pergi, aku ingat betul kata kata terakhirnya, dia meninggal tepat dipelukanku, dia—dia, terkadang aku selalu nyalahin diri aku sendiri kalau aja aku gak ngadain perayaan bodoh itu ditaman mungkin dia masih ada sama aku sekarang, dia masih bisa ketawa sama aku, dia—dia masih ada disamping aku”
“emmm—aku  udah bisa bayangin sosok seperti apa gadis kamu itu, kalau boleh tau siapa namanya, dan kata kata terakhir apa yang dia bilang ke kamu. Kelihatannya dia lebih dari seorang sahabat…?”
“seharusnya ulang tahun aku itu gak pernah ada, orang tua aku meninggal dan dia meninggal disaat hari dimana yang bisa buat aku bahagia. Bodoh!!! Kamu gak pernah bisa ngebayangin gadis aku itu, kalau kamu sendiri gak pernah melihat dia, mahamin dia, namanya Kiara, Kiara Anindya, tapi aku—aku gak bisa bilang soal apa yang waktu itu dia ucapin keaku, dihari dia pergi”
“bukannya kematian itu sudah terjadwal dengan sangat rapi. Jadi meskipun hari itu bukan ulang tahun kamu, mereka juga pasti akan tetap pergi. Hmmm..  Namanya aja udah cantik banget, oke mungkin kamu belum mau cerita sama aku, aku kira dia bukan hanya sekedar sahabat kan buat kamu?”
“dia segalanya buat aku, segalanya. Oke kamu sendiri?”
“aku? Apaan?”
“Afa?Zafi?”
“Afa juga segalanya untuk aku bahkan sampai saat ini walaupun dia pergi begitu cepat tapi aku senang karena disaat terakhir hidupnya dia masih memberi aku kesempatan untuk bisa melihat senyumannya. Dan soal Zafi aku harap aku gak pernah ngalamin hal setragis kamu, apapun soal dia kamu gak perlu tahu cukup aku aja, ya udah kita pulang yuuk!”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar