Rabu, 25 Maret 2015

Diorama #Stage 20

Silahkan review cerita sebelumnya di stage 19 J

Setelah tiba didepan rumah sakit ternyata aku datang bersamaan dengan Bara dan Pasca
“hay! Aku kira kalian akan datang besok” ujarku pada mereka
“hanya ingin memberikan semangat pada Zoya” jelasnya
“sendirian?” tanya Pasca
“sepertinya begitu. Haha” balasku singkat
Tapi mereka pergi kemana? Mereka tidak ada disini. Bukannya kemarin malam Langit dan Zafi ingin pergi kesini. Ahh sudahlah
Sesampainya dibangsal anak aku sudah melihat anak anak itu bermain disana. Bara dan Pasca langsung memainkan musik mereka, aku hanya menemani anak anak yang sedang menikmati persembahan sebuah lagu dari Bara dan Pasca dan sekali lagi aku terbawa masuk pada melody mereka.
Bara dan pasca membawakan lagu dari Ada Band yang berjudul ayah.
Setelah lagu mereka berakhir semua anak memberikan tepuk tangan dan senyuman mereka. Zoya tidak terlihat diruangan ini. Mungkin dia masih berada dikamarnya karena besok dia akan menjalankan operasinya. Lebih baik aku menemuinya.
Setelah aku pamit pada Bara dan Pasca aku langsung menemui Zoya dikamarnya. Bara dan Pasca sendiri masih berada dibangal anak, dan langsung membawa anak anak itu menuju taman untuk bermain disana. Bagaimana pun paling menyenangkan bermain diluar. Terlihat Bara dan Pasca mulai bernyanyi kembali menghimbur anak anak itu ditaman rumah sakit ini.
“hay Zoya! Apa kabar” sapaku pada seorang gadis kecil yang sedang berbaring.
“hay Kak Zira! Tidak baik.” Ujar Zoya dengan suara yang melemah
“coba tebak apa yang kakak bawa?” ucapku danmulai duduk disamping Zoya
“apa kak?” tanya Zoya ringan
“ini” ucapku sambil mengeluarkan toples dan mawar yang aku bawa lalu memberikannya pada Zoya
“emm—burung burung kertas. Aku suka banget kak. Makasih ya” ujarnya riang
“sama sama cantik” ucapku dengan seulas senyum. “oh iya papa sama mama mana?” tambahku
“tadi sih ada kak, cuma papa sama mama lagi pulang. Soalnya kan semaleman mereka nemenin Zoya. Katanya mereka mau ambil baju sama boneka beruang Zoya” jelasnya
“ohh.. Zoya siap untuk besok?” tanyaku
“emm—entahlah. Dokter bilang operasinya dimulai besok pagi” Jawab Zoya murung
“loh kok murung sih. Vea aja yang lebih kecil dari Zoya bisa. Masa Zoya kalah sih.”
Zoya hanya membalasnya dengan senyuman. Kondisinya terlihat tidak baik. Wajahnya begitu pucat, bibirnya yang kering, matanya yang sayu, bahkan terlihat ada lingkar hitam di sekeliling matanya.
Aku memeluk Zoya untuk sedikit menghangatkannya. Mencoba untuk mengurangi kecemasannya. Tak lama orang tua Zoya sudah kembali. Zoya terlihat semakin melemah.
Tak lama Bara dan Pasca juga muncul.
“hay sayang, ini mama bawain boneka kamu” ucap mamanya dengan mata yang menjatuhkan air mata
“makasih mah. Oh iya kak  Pasca nyanyi dong, aku pengen dengerin lagunya yang ‘I have a dream’ boleh ya kak. Kak Bara sama kak Zira juga nyanyi. Mama  sama papa juga yaa” ucap Zoya lirih dengan suara yang semakin melemah dengan terus memeluk bonekanya.
Kita semua terdiam dan mulai berkaca kaca, setidaknya itu yang aku lihat. Terlebih orang tuanya Zoya yang sudah berlinang air mata.
Zoya sepertinya menunggu kita memainkan lagu yang dimintanya sambil memeluk boneka beruang putih yang diberikan mamanya tadi.
Perlahan kita mulai menyanyikannya. Dan Zoya mulai tersenyum, ia masih tetap berbaring memeluk bonekanya. Perlahan senyumannya memudar dan…
“dokter dok!” teriak ibu Zoya histeris penuh akan kecemasan..
Tak lama dokter tiba dan kita semua keluar ruangan Zoya. Dokter mulai memeriksa keadaan Zoya. Orang tua Zoya saling berpelukan, menangis dan terus mendoakan anaknya. Aku, Bara dan Pasca masih tetap menunggu dokter keluar dari ruangan itu. Wajah kita semua semakin pucat dan penuh akan kecemasan.
Ibu Zoya masih terisak, dan suaminya berusaha untuk menenangkan isterinya dipelukannya.
“Zoya akan baik baik saja” adalah kata yang selalu terucap dari ayah Zoya.
Dan kita semua meyakini itu Zoya pasti akan baik baik saja.
Dua jam berlalu dan dokter akhirnya muncul.
Orang tua Zoya dengan cepat menghampiri dokter aku, Bara dan Pasca masih belum beranjak. Berharap melihat rona kebahagiaan dari wajah orang tua Zoya yang mengisyaratkan jika Zoya akan baik baik saja
Namun tangisan ibu Zoya semakin menjadi. Orang tua Zoya langsung masuk keruangan Zoya dimana ia terbaring. Kami bertiga saling melempar pandangan dan mulai berjalan menuju ruangan yang sama.
Terlihat seorang gdis kecil terbaring lemah disana, wajahnya terlihat semakin pucat pasi, tanpa senyuman diwajahnya. Orang tua Zoya masih terisak sambil memeluk bidadari kecilnya.
Hari ini Zoya akan dimakamkan dan aku akan datang, dengan membawa 8 tangkai mawar putih untuknya. 8 adalah hari kelahiran gadis kecil ini. Dan kini ia telah pergi. Pergi ketempat Afa dan bunda berada.
Zafi, Langit, Elang, Bara dan Pasca juga ada dipemakaman Zoya. Kita semua hanya berdiri memandangi makam Zoya. Orang tua Zoya masih bersimpuh, berlutut disamping makam Zoya. Aku mendekat lalu menyimpan mawar di atas makamnya. Setelah itu kita semua pergi meninggalkan Zoya dengan meninggalkan doa doa untuknya.
Masih teringat bagaimana dulu Zoya mengajakku bermain congklak, bernyanyi bersama dan bahkan saat terakhir kali aku melihat senyumnya.
Lagu ‘ I have a dream’ kini selalu mengingatkan aku pada sosok mungil itu. Setidaknya aku sempat membawa pergi senyuman Zoya.
“ayolah kita pergi bersenang bersenang. Zoya juga pasti bahagia diatas sana” ujar Elang
“iya Ra. Udah dong jangan sedih terus” tambah Zafi
Entahlah mungkin iya semenjak kepergian Zoya rasanya aku memang menjadi lebih murung. mungkin iya aku harus mulai kembali menjadi Zira yang dulu.
Hari ini adalah  dua hari liburan terakhir. Besok lusa sudah harus kembali kesekolah. Setidaknya aku membutuhkan udara segar sedikit refreshing mungkin akan membuatku jauh lebih baik.
“oke aku gak mau tahu. Hari ini kita harus jalan jalan. Besok aku pulang Zira. Oh ayolah semenjak aku disini kita belum pernah pergi bersama bukan?” jelas Langit
“baiklah” jawabku singkat
“kamu tahu aku berniat berlibur disini untuk.. tunggu apa kamu bilang tadi?” tanya Langit
“baiklah! Itu yang aku katakan. Tunggu, aku akan bersiap siap sebentar” jelasku
“great!!! Silahkan, kita menunggu disini..” ucap Langit dengan seulas senyuman diwajahnya
Jalan jalan? Ya aku butuh itu, lagi pula rasanya tidak akan adil jika Langit tidak mendapatkan liburannya disini. Baiklah apa yang aku kenakan untuk hari ini? Emh padu padan bersama warna ungu saja. Baiklah Elang, Langit dan Zafi coba lihat apa yang kalian akan lakukan hari ini? Hanya berjalan jalan? Nonton? Makan. Ah lupakan saja.
“oke ayolah!” sahutku dengan menuruni anak tangga
“sepertinya ini Zira yang aku kenal” ucap Zafi
“ayo. Apa yang akan kita lakukan?” ujar Elang
“makan” ucap Langit, “nonton” tambah Zafi, “karaoke” ujar Elang, “timezone” tambahku
“semuanya terdengar menyenangkan, kita lakukan semuanya” ujar Elang
Dan kami semua hanya tersenyum dan mengangguk.
Kita semua pergi dengan menggunakan mobil pajero sport putih milik oppa. Dengan Zafi sebagai supirnya. Sebuah melodi atau tepatnya sebuah lagu dari Linkin Park mulai menguasai mobil ini.
Pertama kita akan pergi bermain di timezone sambil menunggu film dimulai. Kami semua mulai menjelajahi permainan disini. Oh aku tak pernah bosan ada disini.
“ini” ujar mereka bertiga bersamaan. Mereka memberiku boneka?
“hey,apa ini?” ucapku
“ini? Yang jelas ini untukmu. Hadiah !” jawab Langit
“oh oke baiklah aku terima semuanya. Terima kasih. Jadi sekarang kita akan pergi nonton atau makan terlebih dahulu?” tanyaku
“nonton” ucap Zafi, ”makan” ucap Langit. Secara bersamaan
“baiklah Elang, bagaimana menurutmu?” tanyaku mengarah pada Elang.
“ayolah kita pergi makan dulu, ini membuatku lapar” ujar Elang datar
“yess!” ucap Langit, dan Zafi hanya berdehem pelan.
Kami semua pergi ke tempat makan tak jauh dari sini. Tapi sebelumnya kita membeli tiket terlebih dahulu.
“emm, coba lihat apa yang menarik disini?” ucapku
“romantic” usul Zafi
“not, it’s bad. How about horror?” tambah Langit
“emm, komedi?” ujar Elang
“huff, bagaimana dengan sedikit petualangan yang menegangkan?” usulku
“setuju!” ucap mereka bersamaan. Jelas jelas tadi mereka memilih tema yang berbeda bagaimana mungkin mereka mengucapkan kata setuju secepat itu. Setelah sepakat kita langsung membeli tiket lalu pergi makan.
“selamat datang di restoran kami. Apa anda sudah ingin memesan?” tanya salah seorang di restoran ini
“biar aku pesankan untukmu Zira” ucap Zafi
“aku saja, selera ku lebih baik” tambah Langit
“ahhh, selalu saja berdebat. Saya pesan steak dan lemon tea” ucap Elang
“tidak perlu. Aku bisa menentukan pesanan sendiri. Emm baiklah sepertinya aku sama pesan steak saja  dan emm apa disini ada milkshake chocholate?” ujarku
“tentu, ada yang lain?” Ucap pelayan itu
“sama, sama seperti nona itu” ucap Zafi dan Langit, lagi lagi bersamaan. Ahh ada apa dengan mereka hari ini sebenarnya.
“baiklah silahkan tunggu sebentar” ujar pelayan itu lalu menjauhi meja kami.
“setelah nonton kita akan karaoke kan” ujar Elang
“jelas. Itu idemu kan? Lagi pula aku tidak yakin kamu bisa menyanyi?” jawabku dengan tawa kecil
“ou ou ou. Jangan pernah meremehkan ku, bagaimana pun aku pernah menjadi vokalis sebuah band” jelas Elang dengan sangat bangga
“oh benarkah?” tanyaku memastikan
“dulu sejak SMP.. benarkan Elang” goda Langit
“setidaknya itu benar, aku vokalis” jelasnya lagi
“oke aku percaya!” ucapku sambil terkekeh
Tak lama ada pelayan lain yang muncul dan membawakan pesanan kami.
“ini terlihat enak” jelasku
“silahkan menikmati, jika anda butuh sesuatu atau ingin memesan yang lain silahkan panggil kami” ujar pelayan dengan postur tinggi itu dengan ramah
“baiklah, terima kasih” jawabku ringan.
“oh ya Fi, emm jujur ni yaa, aku—aku penasaran kenapa kamu bisa putus?” ujarku kaku, ”emm—emm tapi,tapi kalau emang gak mau cerita gak usah hhee” tambahku
“tidak masalah, Elang sebenarnya sudah tahu bagaimana ceritanya. Tapi baiklah.. seiring waktu berjalan, aku sadar aku gak bisa memaksakan perasaan yang aku tahu aku gak mungkin bisa kasih ke Feytsa, dengan apapun alasannya. Aku cukup sangat menghargai apa yang Feytsa rasain keaku, tapi apa bedanya aku dengan orang yang tak berperasaan jika aku sendiri memaksakan diri untuk menyanyangi seseorang yang sama sekali… tapi yang paling penting Feytsa mengerti.” Jelas Zafi
“ouu, aku paham” ujarku dengan seulas senyum lirih
“well, Zira kamu mau ngelanjutin kuliah dimana? Ya kita kan udah kelas 3 udah mau masuk semester 6 juga. Ya mungkin aku bisa satu kuliah sama kamu” ucap Langit
“guru, aku ingin jadi guru, jadi aku mau ngelanjutin di UPI, aku ambil pendidikan” jawabku
“guru? Ahh aku tidak menyukai pekerjaan itu, padahal aku harap bisa satu fakultas sama kamu” jelas Langit
“haha.. Langit Langit, emang kamu mau ambil apa?”
“UNPAD, teknik geologi.” Jelasnya
“waw” ucapku singkat
“waw?” herannya
“ah sudahlah, sebentar lagi filmnya dimulai. Udah selesai kan makannya. Ayo” ajak Elang
Kita langsung pergi dari restoran itu dan menuju ke bioskop lagi
“yess! Ternyata kursi kita sebelahan” ujar Langit senang
“aku juga kali..” timpal Zafi.
“kalian ini kenapa sih? Aneh banget sih. Aku mau susunannya Langit, Zafi, Elang baru aku. Gak ada yang komentar”
“gak apa apa setidaknya dimobil kita sebelahan” goda Zafi
“apa? Engga, pulangnya aku yang nyetir” timpal Langit
“oke, tapi Zira duduk dibelakang!” ujar Zafi
“gak bisa, dia duduk didepan!” timpal Langit lagi
“Elang, bisa nyetir kan? Gimana kalau kamu aja yang nyetir?” tanyaku pada Elang
“gak masalah,  ayo filmya mau mulai!” jawab Elang
“apa?” ucap mereka berdua bersamaan. Lagi.
Film sudah diputar, aku melihat kesisi kanan sebelah Elang terlihat dua orang yang terlihat menyebalkan hari ini.
“Lang, mereka berdua hari ini kenapa sih?” bisikku
“mana aku tahu, gara gara kamu kali” jawabnya singkat
“apa?” tanyaku memastikan
“sssttt, mba jangan berisik dong!” ujar seseorang disebelahku
“iya maaf mas” jawabku
Aku hanya membuang nafas, dan Elang malah tersenyum jahil.
Huff. 120 menit telah berlalu. Film yang cukup bagus. Huuuaamm tapi mataku mulai lelah.
“waw, kamu lihat itu luar biasa! Apalagi saat baku tembak” ujar Zafi
“benar, battleship! Itu keren!!!” tambah Langit
“tumben satu pendapat! Ayolah Lang, kita langsung ketempat karaoke!” ujarku
“hah? Kompak? Sama dia? Yang bener aja!” ujar mereka berdua. Lagi lagi dan lagi bersamaan.
“haha cuekin ajalah!” jelas Elang.
Sesampainya ditempat karaoke…
“aku nyanyiin buat kamu ya Ra! Coba kita lihat daftar lagunya” ujar Langit sambil memilah lagu
“outs, kayak yang punya suara bagus aja. Aku bisa nyanyi lebih baik, jadi biar aku aja” timpal Zafi
“heh, aku ini penyanyi kafe, maksudnya mantan penyanyi kafe, otomatis bisa nyanyi dong. Dari pada situ yang nyanyi bisa bisa telinga kita pecah!” timpal Langit
“berisik! Kalian kan bisa nyanyi gantian, repot” usulku datar
“biarin lah Ra, nikmatin aja, hey kamu terlihat lelah? Kita bisa pulang sekarang jika kamu mau” ujar Elang yang sedang mencoba merelekskan badannya di sofa.
“tak apa aku cukup bersenang senang hari ini.” Jawabku
“baiklah, kalau begitu nikmati. Haha” tawa Elang,” by the way kamu gak risih apa? Kamu ‘wanita’ sendirian disini! Haha” tambahnya
“tumben, aku senang bisa dianggap ‘wanita’ disini haha. Aku percaya sama kalian. Kalian anak baik baik meski yaa sedikit menyebalkan” ujarku
“ya lebih tepatnya ‘ wanita jadi jadian’ haha” timpalnya
“apa? Yang benar saja” ujarku
“nah, aku dapat satu lagu, westlife my love? Suka?” ujar Langit padaku
“favorite!” jelasku.
“great!” timpalnya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar