Setelah
tiba didepan rumah sakit ternyata aku datang bersamaan dengan Bara dan Pasca
“hay!
Aku kira kalian akan datang besok” ujarku pada mereka
“hanya
ingin memberikan semangat pada Zoya” jelasnya
“sendirian?”
tanya Pasca
“sepertinya
begitu. Haha” balasku singkat
Tapi
mereka pergi kemana? Mereka tidak ada disini. Bukannya kemarin malam Langit dan
Zafi ingin pergi kesini. Ahh sudahlah
Sesampainya
dibangsal anak aku sudah melihat anak anak itu bermain disana. Bara dan Pasca
langsung memainkan musik mereka, aku hanya menemani anak anak yang sedang
menikmati persembahan sebuah lagu dari Bara dan Pasca dan sekali lagi aku
terbawa masuk pada melody mereka.
Bara
dan pasca membawakan lagu dari Ada Band yang berjudul ayah.
Setelah
lagu mereka berakhir semua anak memberikan tepuk tangan dan senyuman mereka.
Zoya tidak terlihat diruangan ini. Mungkin dia masih berada dikamarnya karena
besok dia akan menjalankan operasinya. Lebih baik aku menemuinya.
Setelah
aku pamit pada Bara dan Pasca aku langsung menemui Zoya dikamarnya. Bara dan
Pasca sendiri masih berada dibangal anak, dan langsung membawa anak anak itu
menuju taman untuk bermain disana. Bagaimana pun paling menyenangkan bermain
diluar. Terlihat Bara dan Pasca mulai bernyanyi kembali menghimbur anak anak
itu ditaman rumah sakit ini.
“hay
Zoya! Apa kabar” sapaku pada seorang gadis kecil yang sedang berbaring.
“hay
Kak Zira! Tidak baik.” Ujar Zoya dengan suara yang melemah
“coba
tebak apa yang kakak bawa?” ucapku danmulai duduk disamping Zoya
“apa
kak?” tanya Zoya ringan
“ini”
ucapku sambil mengeluarkan toples dan mawar yang aku bawa lalu memberikannya
pada Zoya
“emm—burung
burung kertas. Aku suka banget kak. Makasih ya” ujarnya riang
“sama
sama cantik” ucapku dengan seulas senyum. “oh iya papa sama mama mana?”
tambahku
“tadi
sih ada kak, cuma papa sama mama lagi pulang. Soalnya kan semaleman mereka
nemenin Zoya. Katanya mereka mau ambil baju sama boneka beruang Zoya” jelasnya
“ohh..
Zoya siap untuk besok?” tanyaku
“emm—entahlah.
Dokter bilang operasinya dimulai besok pagi” Jawab Zoya murung
“loh
kok murung sih. Vea aja yang lebih kecil dari Zoya bisa. Masa Zoya kalah sih.”
Zoya
hanya membalasnya dengan senyuman. Kondisinya terlihat tidak baik. Wajahnya
begitu pucat, bibirnya yang kering, matanya yang sayu, bahkan terlihat ada
lingkar hitam di sekeliling matanya.
Aku
memeluk Zoya untuk sedikit menghangatkannya. Mencoba untuk mengurangi
kecemasannya. Tak lama orang tua Zoya sudah kembali. Zoya terlihat semakin melemah.
Tak
lama Bara dan Pasca juga muncul.
“hay
sayang, ini mama bawain boneka kamu” ucap mamanya dengan mata yang menjatuhkan
air mata
“makasih
mah. Oh iya kak Pasca nyanyi dong, aku
pengen dengerin lagunya yang ‘I have a dream’ boleh ya kak. Kak Bara sama kak
Zira juga nyanyi. Mama sama papa juga
yaa” ucap Zoya lirih dengan suara yang semakin melemah dengan terus memeluk
bonekanya.
Kita
semua terdiam dan mulai berkaca kaca, setidaknya itu yang aku lihat. Terlebih
orang tuanya Zoya yang sudah berlinang air mata.
Zoya
sepertinya menunggu kita memainkan lagu yang dimintanya sambil memeluk boneka
beruang putih yang diberikan mamanya tadi.
Perlahan
kita mulai menyanyikannya. Dan Zoya mulai tersenyum, ia masih tetap berbaring
memeluk bonekanya. Perlahan senyumannya memudar dan…
“dokter
dok!” teriak ibu Zoya histeris penuh akan kecemasan..
Tak
lama dokter tiba dan kita semua keluar ruangan Zoya. Dokter mulai memeriksa
keadaan Zoya. Orang tua Zoya saling berpelukan, menangis dan terus mendoakan
anaknya. Aku, Bara dan Pasca masih tetap menunggu dokter keluar dari ruangan
itu. Wajah kita semua semakin pucat dan penuh akan kecemasan.
Ibu
Zoya masih terisak, dan suaminya berusaha untuk menenangkan isterinya
dipelukannya.
“Zoya
akan baik baik saja” adalah kata yang selalu terucap dari ayah Zoya.
Dan
kita semua meyakini itu Zoya pasti akan baik baik saja.
Dua
jam berlalu dan dokter akhirnya muncul.
Orang
tua Zoya dengan cepat menghampiri dokter aku, Bara dan Pasca masih belum
beranjak. Berharap melihat rona kebahagiaan dari wajah orang tua Zoya yang
mengisyaratkan jika Zoya akan baik baik saja
Namun
tangisan ibu Zoya semakin menjadi. Orang tua Zoya langsung masuk keruangan Zoya
dimana ia terbaring. Kami bertiga saling melempar pandangan dan mulai berjalan
menuju ruangan yang sama.
Terlihat
seorang gdis kecil terbaring lemah disana, wajahnya terlihat semakin pucat
pasi, tanpa senyuman diwajahnya. Orang tua Zoya masih terisak sambil memeluk
bidadari kecilnya.
Hari
ini Zoya akan dimakamkan dan aku akan datang, dengan membawa 8 tangkai mawar
putih untuknya. 8 adalah hari kelahiran gadis kecil ini. Dan kini ia telah
pergi. Pergi ketempat Afa dan bunda berada.
Zafi,
Langit, Elang, Bara dan Pasca juga ada dipemakaman Zoya. Kita semua hanya
berdiri memandangi makam Zoya. Orang tua Zoya masih bersimpuh, berlutut
disamping makam Zoya. Aku mendekat lalu menyimpan mawar di atas makamnya.
Setelah itu kita semua pergi meninggalkan Zoya dengan meninggalkan doa doa
untuknya.
Masih
teringat bagaimana dulu Zoya mengajakku bermain congklak, bernyanyi bersama dan
bahkan saat terakhir kali aku melihat senyumnya.
Lagu
‘ I have a dream’ kini selalu mengingatkan aku pada sosok mungil itu.
Setidaknya aku sempat membawa pergi senyuman Zoya.
“ayolah
kita pergi bersenang bersenang. Zoya juga pasti bahagia diatas sana” ujar Elang
“iya
Ra. Udah dong jangan sedih terus” tambah Zafi
Entahlah
mungkin iya semenjak kepergian Zoya rasanya aku memang menjadi lebih murung.
mungkin iya aku harus mulai kembali menjadi Zira yang dulu.
Hari
ini adalah dua hari liburan terakhir.
Besok lusa sudah harus kembali kesekolah. Setidaknya aku membutuhkan udara
segar sedikit refreshing mungkin akan membuatku jauh lebih baik.
“oke
aku gak mau tahu. Hari ini kita harus jalan jalan. Besok aku pulang Zira. Oh
ayolah semenjak aku disini kita belum pernah pergi bersama bukan?” jelas Langit
“baiklah”
jawabku singkat
“kamu
tahu aku berniat berlibur disini untuk.. tunggu apa kamu bilang tadi?” tanya
Langit
“baiklah!
Itu yang aku katakan. Tunggu, aku akan bersiap siap sebentar” jelasku
“great!!!
Silahkan, kita menunggu disini..” ucap Langit dengan seulas senyuman diwajahnya
Jalan
jalan? Ya aku butuh itu, lagi pula rasanya tidak akan adil jika Langit tidak
mendapatkan liburannya disini. Baiklah apa yang aku kenakan untuk hari ini? Emh
padu padan bersama warna ungu saja. Baiklah Elang, Langit dan Zafi coba lihat
apa yang kalian akan lakukan hari ini? Hanya berjalan jalan? Nonton? Makan. Ah
lupakan saja.
“oke
ayolah!” sahutku dengan menuruni anak tangga
“sepertinya
ini Zira yang aku kenal” ucap Zafi
“ayo.
Apa yang akan kita lakukan?” ujar Elang
“makan”
ucap Langit, “nonton” tambah Zafi, “karaoke” ujar Elang, “timezone” tambahku
“semuanya
terdengar menyenangkan, kita lakukan semuanya” ujar Elang
Dan
kami semua hanya tersenyum dan mengangguk.
Kita
semua pergi dengan menggunakan mobil pajero sport putih milik oppa. Dengan Zafi
sebagai supirnya. Sebuah melodi atau tepatnya sebuah lagu dari Linkin Park
mulai menguasai mobil ini.
Pertama
kita akan pergi bermain di timezone sambil menunggu film dimulai. Kami semua
mulai menjelajahi permainan disini. Oh aku tak pernah bosan ada disini.
“ini”
ujar mereka bertiga bersamaan. Mereka memberiku boneka?
“hey,apa
ini?” ucapku
“ini?
Yang jelas ini untukmu. Hadiah !” jawab Langit
“oh
oke baiklah aku terima semuanya. Terima kasih. Jadi sekarang kita akan pergi
nonton atau makan terlebih dahulu?” tanyaku
“nonton”
ucap Zafi, ”makan” ucap Langit. Secara bersamaan
“baiklah
Elang, bagaimana menurutmu?” tanyaku mengarah pada Elang.
“ayolah
kita pergi makan dulu, ini membuatku lapar” ujar Elang datar
“yess!”
ucap Langit, dan Zafi hanya berdehem pelan.
Kami
semua pergi ke tempat makan tak jauh dari sini. Tapi sebelumnya kita membeli
tiket terlebih dahulu.
“emm,
coba lihat apa yang menarik disini?” ucapku
“romantic”
usul Zafi
“not,
it’s bad. How about horror?” tambah Langit
“emm,
komedi?” ujar Elang
“huff,
bagaimana dengan sedikit petualangan yang menegangkan?” usulku
“setuju!”
ucap mereka bersamaan. Jelas jelas tadi mereka memilih tema yang berbeda
bagaimana mungkin mereka mengucapkan kata setuju secepat itu. Setelah sepakat
kita langsung membeli tiket lalu pergi makan.
“selamat
datang di restoran kami. Apa anda sudah ingin memesan?” tanya salah seorang di
restoran ini
“biar
aku pesankan untukmu Zira” ucap Zafi
“aku
saja, selera ku lebih baik” tambah Langit
“ahhh,
selalu saja berdebat. Saya pesan steak dan lemon tea” ucap Elang
“tidak
perlu. Aku bisa menentukan pesanan sendiri. Emm baiklah sepertinya aku sama
pesan steak saja dan emm apa disini ada
milkshake chocholate?” ujarku
“tentu,
ada yang lain?” Ucap pelayan itu
“sama,
sama seperti nona itu” ucap Zafi dan Langit, lagi lagi bersamaan. Ahh ada apa
dengan mereka hari ini sebenarnya.
“baiklah
silahkan tunggu sebentar” ujar pelayan itu lalu menjauhi meja kami.
“setelah
nonton kita akan karaoke kan” ujar Elang
“jelas.
Itu idemu kan? Lagi pula aku tidak yakin kamu bisa menyanyi?” jawabku dengan
tawa kecil
“ou
ou ou. Jangan pernah meremehkan ku, bagaimana pun aku pernah menjadi vokalis
sebuah band” jelas Elang dengan sangat bangga
“oh
benarkah?” tanyaku memastikan
“dulu
sejak SMP.. benarkan Elang” goda Langit
“setidaknya
itu benar, aku vokalis” jelasnya lagi
“oke
aku percaya!” ucapku sambil terkekeh
Tak
lama ada pelayan lain yang muncul dan membawakan pesanan kami.
“ini
terlihat enak” jelasku
“silahkan
menikmati, jika anda butuh sesuatu atau ingin memesan yang lain silahkan
panggil kami” ujar pelayan dengan postur tinggi itu dengan ramah
“baiklah,
terima kasih” jawabku ringan.
“oh
ya Fi, emm jujur ni yaa, aku—aku penasaran kenapa kamu bisa putus?” ujarku
kaku, ”emm—emm tapi,tapi kalau emang gak mau cerita gak usah hhee” tambahku
“tidak
masalah, Elang sebenarnya sudah tahu bagaimana ceritanya. Tapi baiklah..
seiring waktu berjalan, aku sadar aku gak bisa memaksakan perasaan yang aku
tahu aku gak mungkin bisa kasih ke Feytsa, dengan apapun alasannya. Aku cukup
sangat menghargai apa yang Feytsa rasain keaku, tapi apa bedanya aku dengan
orang yang tak berperasaan jika aku sendiri memaksakan diri untuk menyanyangi
seseorang yang sama sekali… tapi yang paling penting Feytsa mengerti.” Jelas
Zafi
“ouu,
aku paham” ujarku dengan seulas senyum lirih
“well,
Zira kamu mau ngelanjutin kuliah dimana? Ya kita kan udah kelas 3 udah mau
masuk semester 6 juga. Ya mungkin aku bisa satu kuliah sama kamu” ucap Langit
“guru,
aku ingin jadi guru, jadi aku mau ngelanjutin di UPI, aku ambil pendidikan”
jawabku
“guru?
Ahh aku tidak menyukai pekerjaan itu, padahal aku harap bisa satu fakultas sama
kamu” jelas Langit
“haha..
Langit Langit, emang kamu mau ambil apa?”
“UNPAD,
teknik geologi.” Jelasnya
“waw”
ucapku singkat
“waw?”
herannya
“ah
sudahlah, sebentar lagi filmnya dimulai. Udah selesai kan makannya. Ayo” ajak
Elang
Kita
langsung pergi dari restoran itu dan menuju ke bioskop lagi
“yess!
Ternyata kursi kita sebelahan” ujar Langit senang
“aku
juga kali..” timpal Zafi.
“kalian
ini kenapa sih? Aneh banget sih. Aku mau susunannya Langit, Zafi, Elang baru
aku. Gak ada yang komentar”
“gak
apa apa setidaknya dimobil kita sebelahan” goda Zafi
“apa?
Engga, pulangnya aku yang nyetir” timpal Langit
“oke,
tapi Zira duduk dibelakang!” ujar Zafi
“gak
bisa, dia duduk didepan!” timpal Langit lagi
“Elang,
bisa nyetir kan? Gimana kalau kamu aja yang nyetir?” tanyaku pada Elang
“gak
masalah, ayo filmya mau mulai!” jawab Elang
“apa?”
ucap mereka berdua bersamaan. Lagi.
Film
sudah diputar, aku melihat kesisi kanan sebelah Elang terlihat dua orang yang
terlihat menyebalkan hari ini.
“Lang,
mereka berdua hari ini kenapa sih?” bisikku
“mana
aku tahu, gara gara kamu kali” jawabnya singkat
“apa?”
tanyaku memastikan
“sssttt,
mba jangan berisik dong!” ujar seseorang disebelahku
“iya
maaf mas” jawabku
Aku
hanya membuang nafas, dan Elang malah tersenyum jahil.
Huff.
120 menit telah berlalu. Film yang cukup bagus. Huuuaamm tapi mataku mulai
lelah.
“waw,
kamu lihat itu luar biasa! Apalagi saat baku tembak” ujar Zafi
“benar,
battleship! Itu keren!!!” tambah Langit
“tumben
satu pendapat! Ayolah Lang, kita langsung ketempat karaoke!” ujarku
“hah?
Kompak? Sama dia? Yang bener aja!” ujar mereka berdua. Lagi lagi dan lagi
bersamaan.
“haha
cuekin ajalah!” jelas Elang.
Sesampainya
ditempat karaoke…
“aku
nyanyiin buat kamu ya Ra! Coba kita lihat daftar lagunya” ujar Langit sambil
memilah lagu
“outs,
kayak yang punya suara bagus aja. Aku bisa nyanyi lebih baik, jadi biar aku
aja” timpal Zafi
“heh,
aku ini penyanyi kafe, maksudnya mantan penyanyi kafe, otomatis bisa nyanyi
dong. Dari pada situ yang nyanyi bisa bisa telinga kita pecah!” timpal Langit
“berisik!
Kalian kan bisa nyanyi gantian, repot” usulku datar
“biarin
lah Ra, nikmatin aja, hey kamu terlihat lelah? Kita bisa pulang sekarang jika
kamu mau” ujar Elang yang sedang mencoba merelekskan badannya di sofa.
“tak
apa aku cukup bersenang senang hari ini.” Jawabku
“baiklah,
kalau begitu nikmati. Haha” tawa Elang,” by the way kamu gak risih apa? Kamu
‘wanita’ sendirian disini! Haha” tambahnya
“tumben,
aku senang bisa dianggap ‘wanita’ disini haha. Aku percaya sama kalian. Kalian
anak baik baik meski yaa sedikit menyebalkan” ujarku
“ya
lebih tepatnya ‘ wanita jadi jadian’ haha” timpalnya
“apa?
Yang benar saja” ujarku
“nah,
aku dapat satu lagu, westlife my love? Suka?” ujar Langit padaku
“favorite!”
jelasku.
“great!”
timpalnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar