Jam
alarm di handphoneku rasanya seperti akan memacahkan gendang telingaku sendiri.
Jam 5 pagi, huuhh baiklah. Ayo Zira semangat, rutinitas sebagai pelajar harus
kembali dimulai, ahh mataku rasanya masih ingin terpejam. Aku mulai berjalan
malas kerah kamar mandi. Tapi sepertinya Elang ataupun temannya itu belum
terbangun, baiklah selesai sholat aku akan membangunkannya.
Hari
ini aku malas berteriak, jadi aku nyalakan alarm di handphoneku dan
meletakannya tepat ditelinga Elang.
“aahhh.
Gila ya, kamu pikir aku tuli apa? Ngapain sih nyalain alarm di telinga aku
segala?” ucap Elang yang langsung terbangun
“haha
maaf maaf deh, aku sedang menghemat suara nih hehe, biar cepet juga, hehe udah
gih sana kekamar mandi. Huuhh. Aku siapin sarapan dulu.” Ujarku melangkah pergi
“oh iya satu lagi katanya kamu harus hubungin oppa. Jangan tanya kenapa”
tambahku sebelum menutup pintu kamar
Elang.
Setelah
selesai berseragam dan bersiap siap. Aku menyiapkan sarapan, ya hanya roti dan
selai dan satu gelas susu untuk penghuni rumah ini. Tapi belum ada tanda tanda
dari Langit, apa dia belum bangun? Yang bener aja jam berapa nih?
“pagi!”
sahut Elang
“hay.
PR kamu selesai? Aku yakin pasti belum” jawabku sambil mengambil sehelai roti diatas
meja
“iya,
jadi hari ini aku copas oke. Lagi pula Kimia kan sehabis jam istirahat. Haha”
jawabnya seraya meraih gelasnya
“emm
baiklah. Temen kamu itu ? emang dia gak sekolah apa? Terlihat seumuran. Oh iya
apa dia belum bangun?” tanyaku
“dia
izin satu minggu disini, jadi dia gak sekolah. Lagi pula dia disini memang
karena ada keperluan. Maklum dia bukan Islam, jadi yaa—gitu haha. Eh seharian
kemarin Zafi disini?” ucap Elang
“Lang,
inget ya sepulang sekolah!” ucap secara tiba tiba oleh Langit yang terlihat
sangat berantakan, dan langsung menuju kamar mandi
“oke”jawab
Elang singkat, “yuuk kita berangkat, jelasin semuanya nanti diperjalanan oke.”
Tambahnya untukku.
“hey!
Kita berangkat, kalau ada apa apa hubungin aku” teriak Elang pada Langit. Dan
Langit sama sekali tak menjawab, hanya mengangkat tangannya dari belakang.
Jangan
sampai Langit juga punya sikap yang menyebalkan seperti Elang. Selama
diperjalanan menuju sekolah aku menceritakan kejadian dua hari yang lalu,
karena Elang bertanya. Dia hanya menanggapinya dengan anggukan ringan. Ternyata
aku sampai sekolah diwaktu yang bersamaan dengan Zafi dan Feytsa, well
sepertinya mereka berangkat bersama, ya sudah pastilah mereka kan pacaran.
“hay
Lang? oleh oleh?haha.. makin akur aja nih kalian” ucap Zafi setelah turun dari
motornya.
“aduh
aku gak sempet bongkar tas kemarin.” Jawab Elang dengan mengacuhkan ucapan Zafi
yang terakhir
Kita
berjalan menuju kelas bersamaan. Terlihat raut wajah Feytsa yang begitu cerah.
Ya aku bisa menebak alasannya. Hari ini Feytsa banyak bercerita, terutama
tentang bagaimana dia dan Zafi. Well karena aku sudah tahu lebih dulu dari
Zafi, aku tidak seantusias Vidya yang selalu berkata ‘terus’. Haha
“Ra
asli aku gak nyangka banget Ra? Uuhh akhirnya..” riang Feytsa
“tuh
kan apa aku bilang. Perasaan seseorang siapa yang tahu. Jadi stop juga ya
bertanya ‘Ra kamu suka sama Zafi?’, atau ‘ sepertinya Zafi suka sama kamu Ra’
hmmm. Semuanya gak terbukti kan?” ujarku dengan nada datar sebisa mungkin.
Ya
harus aku akui jika ada perasaan seperti tersayat sayat ketika mendengar kabar
tentang mereka berdua. Ada perasaan saat dimana mata aku tak sanggup menahan
air mata karena sedih bukan karena bahagia. Tapi bagaimanapun mereka berdua
teman baikku jadi sebisa mungkin aku bahagia dengan bantuan ‘sugesti’. Huuuuff
“haha
iya deh iya maaf ya Zira ku sayang. Hehe” balas Feytsa.
Ya
ampun aku lupa hari ini 23 Juli ulang tahunnya Afa. Emm baiklah sepulang
sekolah aku akan mampir kemakam Afa.
Setelah
meninggalkan obrolan Feytsa dan Vidya yang cukup mengiris hati, aku menghampiri
Zafi, Elang, Saka dan Gerza.
“hey!
Ini pembicaraan laki laki. Kamu ngapain? Haha. Udah beres gossipnya sama
mereka?” ujar Saka
“ishh
gitu banget sih, justru karena aku gak mau gossip aku kesini. Atau sepertinya
kalian juga lagi gossip kan. Ahh sepertinya semua orang suka bergossip. Aku
perpus deh” ujarku sambil melangkah pergi.
“hey
kita tidak sedang bergossip. Kamu pikir kita cowok apaan?iihhh. Haha” ujar Zafi
diikuti gelak tawa yang lain, karena nada bicara Zafi yang sedikit—emm
begitulah
“eh
ikut Ra, ada buku yang harus aku kembaliin nih” ujar Gerza cepat sebelum aku
melewati pintu kelas
“oke”
jawabku singkat.
Setelah
bel tanda masuk mulai berbunyi aku dan Gerza bergegas kembali kekelas.
Pelajaran satu per satu dengan sangat terasa lama mulai berakhir dan mulai
memasuki jam istirahat.
“Ra,
PR dong” ujar Elang
“oh.
Nih. Aku kantin yaa, mau titip sesuatu?” ucapku menawarkan diri
“boleh
tuh Ra, makanan biasa ya!” ujar Saka tiba tiba
“yah
ni anak kebiasaan kan?males banget sih ke kantin, gak jauh juga. Huuuh. Elang?”
tanyaku kembali
“emm
mineral aja deh. Thanks yaa” ujarnya
“sip”
jawabku singkat dan langsung melangkah pergi.” Dududuhh enaknya yang dapet
makanan gratis dari pacar haha” godaku pada Zafi saat mataku melihat kearahnya.
Catatan, bukan dengan sengaja aku melihat kearahnya.
“haha
sirik aja sih, udah sana ganggu tahu” ucap Zafi sambil tertawa, dan aku juga
hanya menanggapi dengan tawa kecil dan luka dihati. Huufff
Ayo
dong mana bisa kayak gini terus Ziraaa… ‘sahabat’ ingat soal kata yang satu
itu.
Setelah
membeli beberapa makanan kecil dan pesanan Saka juga Elang aku langsung kembali
kekelas dan memberikannya pada mereka. Aku sendiri hanya duduk disamping Elang
karena tadi dia bertanya kenapa jawaban itu bisa muncul.
Detik
demi detik, menit demi menit, jam demi jam, waktu terus berlalu dan sedikit
terasa lebih cepat dari biasanya. Mungkin karena jamnya MIPA jadi tidak bosan
dan sibuk memerhatikan lalu menuangkannya kedalam catatan.
Aku
tidak ikut pulang dengan Elang, karena ya seperti yang aku katakan, aku akan
pergi menemui Afa, berkunjung kemakam Afa lebih tepatnya. Tapi Elang tidak tahu
itu, karena saat dia bertanya aku hanya bilang padanya kalau aku ada urusan.
Setelah
sampai depan pemakaman, aku terus berjalan sampai akhirnya berada tepat dimakam
Afa
“Hay
Fa. Emm—selamat ulang tahunya yang ke 18. Ini aku bawain 18 tangkai mawar, ya
bukan mawar dari kebun oppa sih. Tapi sama aja, semoga mawar mawar ini bisa
menambah kebahagian kamu diatas sana ya Fa. Dulu setiap aku ulang tahun kamu
pasti ngasih kado yang hmm buat aku gak ada duanya Fa,hehe. Sayang aku hanya
bisa ngasih mawar ini, mawar putih kesukaan kamu. “
Ehh
itu kan motornya Elang, iya itu Elang sama—kayaknya Langit. Mau apa mereka
disini? Makam? Oh makam Kiara..
Entah
kenapa aku jadi penasaran, dan melangkahkan kaki menuju makam Kiara, setelah
disana..
“kalau
aja kamu Lang gak minta Kiara datang, Key pasti masih ada disini, ada sama aku
Lang” ucap Langit pada Elang dengan nada amarah yang teramat sangat.
“aku—aku
, aku sama sekali gak pernah maksud nyelakain Key! Kamu tahu itu, kita sama
sama tahu kalau—kalau kita sayang sama Key!!!” balas Elang.
Dan
aku masih memerhatikan mereka dari jarak yang cukup jauh namun masih bisa
mendengar dengan jelas. Mencoba memahami situasi ini. Antara Elang, Langit dan
Kiara. Ada apa sebenarnya???
“kalau
aja Key lebih memilih aku waktu itu, dan dia gak datang ke kamu. Ini semua gak
akan pernah tejadi Lang!” bentak Langit kembali
“ya—ya
aku—aku tahu mungkin semuanya salah aku. Tapi aku juga gak pernah mau Key pergi
Langit!” tegas Elang
Terlihat
Langit mulai bangkit dari sisi makam Kiara dan berjalan menuju Elang.
Oouuu
sepertinya mereka…
Langit
mulai melayangkan kepalan tangannya pada Elang, dan gak lama Elang membalasnya.
Satu waktu Langit yang terjatuh dan satu waktu lainnya Elang.
Aduuhh
kenapa aku malah diam disini gak berbuat apapun. Ahhh bodoh!
Aku
mulai menghampiri mereka yang sudah mulai lebam lebam dan berdarah karena
perkelahian konyol ini. Mencoba untuk melerai, sampai akhirnya malah aku yang
kena kepalan tangan Langit yang tadinya diarahkan pada Elang
“CUKUP,
SEMUANYA CUKUP!!!” teriaku pada mereka. Dan mereka mulai terdiam dan terlihat
sedang mengatur nafas mereka yang terengah terengah.
“aauuu!!!.
Kalian ini kenapa sih. Berantem dimakam kayak gini, depan makam Kiara lagi. Ada
apa sih?” ujarku keras pada mereka sambil menyentuh bagian samping mulutku yang
terkena tinju.
“kamu
kenal Kiara?” ujar Langit
“gak
secara langsung” ucapku dengan nada yang melemah
“hey
gak usah ikut campur! Ini sama sekali bukan urusan kamu. Oke !!!” bentak Langit
tiba tiba padaku
“iya
Ra, kamu ngapain disini? Tolong jangan ikut campur. Ini urusan aku sama
Langit!” tegas Elang
“hey,
kalian gak sadar apa? Gimana aku gak turun tangan, aku melihat kalian yang
saling lempar tinju, dan aku mengenal kalian?kalian pikir aku akan diam? Gila
apa!” jelasku, “oke !!! terserah, terserah kalian mau saling lempar tinju atau
sekalian aja lempar batu, saling tusuk, aku gak peduli!!! Dan kalian pikir apa
Kiara senang melihat ada orang yang bertengkar tepat dimakamnya? Terserah
semuanya terserah!” tambahku sambil beranjak meninggalkan mereka
Sesampainya
dirumah aku menyiapkan kompresan untuk mereka berdua. Karena tak berapa lama
aku sampai, mereka juga sampai dirumah ini dengan sendiri sendiri. Berharap
dengan es batu ini lebam mereka akan samar. Sebenarnya aku masih belum bisa
mengerti ada apa sebenarnya.
“gak
ada yang naik ke kamar! Duduk! Obati luka kalian dulu. Ini rumah oppa itu
artinya aku punya wewenang disini. Duduklah!” ucapku saat mereka tiba. Dan
mereka menurut, lalu duduk dikursi tamu.
“hmmm
baiklah, ini, ambilah. Uuuhhh itu pasti sakit kan? Kompres, gunakan kain dan es
batunya, setidaknya lebam kalian tidak akan terlalu berbekas. Hmmm oke aku gak
akan bahas soal ini karena aku tahu ini memang sama sekali bukan urusan aku.
Tapi aku mohon jangan pernah bertengkar lagi. Untung oppa gak ada. Kalian perlu
tahu jantung oppa lemah. Gimana kalau oppa sakit gara gara tingkah kalian?. Aku
gak mau itu terjadi. Oke, baiklah kalian bisa kompres luka kalian dikamar
masing masing. Aku yakin kalian belum makan. Aku siapkan makan siang terlebih
dahulu, atau makan sore lebih tepatnya. huuuuff” ujarku seraya menuju dapur dan
meninggalkan mereka berdua.
Sepertinya
mereka mulai menuju kamar masing masing.
Baiklah
, auuu!!! aku sendiri belum mengurus lebam karena pukulan Langit. Apa amarahnya
begitu besar sampai pukulannya sesakit ini? Huuuuhhh.
Aku
hanya membuatkan mereka nasi goring seafood. Semoga mereka suka. Tapi
sepertinya belum ada yang mau keluar kamar. Ahhh merepotkan, apa aku harus
mengantarnya pada mereka. Oke baiklah!
Setelah
mengetuk kamar Elang, aku menerobos masuk karena tidak ada jawaban.
“hay,
ini makanlah. Aku harap rasanya tidak terlalu buruk. Ini aku bawakan es batu
lagi kalau kalau memang kamu butuh. Apapun masalah kalian, tolong jangan pernah
berkelahi lagi” ujarku, dan Elang terlihat sama sekali tidak berniat untuk
menanggpi ucapanku, dia masih menaruh komresannya dipipi kananya. “baiklah aku
pergi. Makanlah!” ujarku dan pergi.
Setelah
itu kembali kedapur dan mulai menyiapkan hal yang sama untuk Langit.
“hay!
Maaf ya tadi aku sedikit membentak dan seolah ikut campur. Aku tahu kita belum
pernah bicara sebelumnya, terlebih kamu baru tiba kemarin malam. Ini. Makanlah!
Aku harap kamu gak alergi seafood, dan aku harap rasanya tidak terlalu buruk.
Ini aku bawa es batu juga, kelihatannya itu sudah mulai mencair. Baiklah aku
pergi” ujarku
“emm—maaf
atas pukulan aku tadi. Dan terima kasih” ucapnya sangat datar. Kalau sama sekali
tak berniat mengatakannya lebih baik tidak usah dikatakan.
“oke
gak masalah!” ucapku dengan seulas senyuman, aku harap tidak terlihat terpaksa.
Sebenarnya
mereka berdua ini teman atau musuh. Kenapa bisa sampai seperti ini. Dan apa
hubungannya dengan Kiara?
Langit
malam hari ini terlihat lebih sepi, hanya ada beberapa bintang yang terlihat.
Aku bersandar pada sebuah pintu belakang memandangi begitu kelamnya langit
malam ini
“what
should I do if I surrender with my life? If I’m tired and bored? When I feel
everything is wrong there isn’t true. Everything will be better if I die right
now. What should I do? I hope that you were here accompany me and my be I’ll
feel everything all right. What should I do to get back my life? To find the
happiness which is lost” ujar Langit yang terlihat sedang duduk santai di
bangku taman sambil memandang hal yang sama denganku.
“terlalu
banyak pertanyaan!” ujarku yang lalu menghampiri Langit “dan kamu gak akan
pernah tahu jawabannya, karena kamu sendirian disini. Apa kamu mengharapkan
jawaban dari bintang diatas sana?” tambahku sambil menatap hitamnya langit hari
ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar